"Malaysia sedang mengalami krisis identitas dan sedang dalam proses mencari jati diri," kata Dirjen Oratmangun saat dikonfirmasi menyangkut klaim Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia di Ambon, Sabtu.
Oratmangun yang berada di Ambon sejak Rabu (3/9) dalam rangkaian pertemuan dengan Pemprov Maluku dan Pemkot Ambon mengatakan, 50 persen penduduk di Malaysia adalah keturunan Melayu dan sisanya dari China dan India.
Ia menegaskan, orang Melayu saat ini sedang mencari identitas dirinya. "Suka atau tidak suka, 50 persen orang Malaysia adalah keturunan Indonesia dan mereka membawa budaya itu ke sana," kata Oratmangun.
Begitu pun tari reog Ponorogo yang pernah menjadi masalah di Malaysia, sebenarnya juga diperkenalkan dan ditarikan oleh orang Ponorogo yang sudah bermukim di sana selama tiga generasi.
Khusus tari pendet dari Bali yang diklaim sebagai kebudayaan Malaysia, Djauhari menerangkan, iklan tersebut diproduksi untuk promosi wisata negara itu, tetapi saat diproduksi tidak ada tari pendet. Namun, Discovery Chanel yang menayangkan iklan tersebut kemudian menambahkan tari itu dalam iklannya.
"Kesalahannya adalah Discovery tidak menyebutkan bahwa tari pendet berasal dari Indonesia," kata Oratmangun.
Ia menegaskan Pemerintah Indonesia sudah mengirim surat protes yang diakui sebagai produk hukum internasional kepada Pemerintah Malaysia dan telah diterima.
"Mereka telah menerima klaim kalau itu (tari pendet) adalah milik kita. Penyelesaian secara diplomasi telah kita lakukan dan itu sudah cukup, apalagi Presiden Susilo Bambang Yudyohono juga telah melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Malaysia," ujarnya.
Lagi pula, kata Djauhari, Malaysia tidak pernah mengklaim secara resmi bahwa tari pendet adalah milik Malaysia, dan itu hanya klaim di internet.
Djauhari Oratmangun meminta seluruh masyarakat Indonesia menilai persoalan ini secara positif bahwa produk budaya Indonesia ternyata sangat laku dijual.
"Ini membuktikan budaya kita sangat kuat dan terkenal di dunia internasional. Kelemahan orang Indonesia adalah jarang memelihara budayanya dan baru akan protes jika pihak luar mengklaim suatu produk budaya kita sebagai budaya mereka," katanya
Dia juga menyesalkan sikap media di Indonesia yang ramai memberitakan aksi protes terhadap budaya Indonesia yang diklaim negara tetangga, termasuk mempengaruhi masyarakat untuk melakukan ganyang terhadap negara tetangga itu.
Dia meminta media di tanah air lebih arif dan bijaksana memberikan masalah ini, mengingat presentase berita seni dan budaya di Indonesia di media nasional sangat jarang dimuat atau diulas secara luas.
"Program acara atau berita untuk reservasi budaya kita sangat kurang di media nasional. Tetapi kalau budaya asing banyak," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
Dengan luasan kebun kelapa sawit dan menara kembarnya yang tertinggi ketiga di dunia, kayaknya mereka sudah punya identitas dan langkah-langkah yang mantab.
Hati2 dalam memberikan pendapat pada saat semua manusia saat ini sedang berlomba-lomba mengeluarkan pendapatnya.
Terimakasih