problem utama lahan suboptimal adalah produktivitas yang sulit didongkrak karena adanya faktor pembatas.
Jakarta (ANTARA) - Restorasi sawah di lahan kurang subur (suboptimal) yang selama ini menghasilkan padi gogo dan padi rawa dianggap menjadi solusi atau jalan keluar yang baik bagi persoalan krisis pangan di tanah air.

Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Prof. Dr. Ir. Andi Muhammad Syakir, MS. dalam keterangannya, Sabtu, mengatakan sawah irigasi di Pulau Jawa yang menjadi andalan utama pemasok beras Indonesia luasannya semakin terbatas sehingga Indonesia terpaksa harus memanfaatkan sawah di lahan kering dan di lahan rawa yang tergolong lahan suboptimal untuk menopang tambahan produksi dari sawah irigasi.

“Tidak ada jalan lain kecuali melakukan intensifikasi dengan merestorasi sawah di lahan suboptimal yang selama ini menghasilkan padi gogo dan padi rawa," katanya.

Menurut Syakir, problem utama lahan suboptimal adalah produktivitas yang sulit didongkrak karena adanya faktor pembatas.

"Berapapun pupuk anorganik dan organik dibenamkan, hasil panen tetap sama seperti garis mendatar. Indonesia harus merestorasi lahan suboptimal itu dengan mengatasi faktor pembatasnya," kata Syakir.

Baca juga: Mentan targetkan penambahan beras 900.000 ton dari cetak sawah baru
Baca juga: Balitbangtan sebut perlu pupuk organik kembalikan tanah sehat


Faktor pembatas itu salah satunya adalah pH tanah yang rendah alias tanah masam. Pada kondisi masam banyak hara dalam tanah pada bentuk tidak dapat diserap tanaman. Kunci untuk mengatasi pembatas itu berupa pengapuran.

"Itu teknologi lama, tetapi jangan dilupakan dengan sedikit modifikasi," kata Syakir.

Mantan Kepala Badan Litbang Pertanian itu mengatakan pengapuran lahan kering yang di masa lalu menggunakan kalsit dapat diganti dengan dolomit yang mengandung unsur hara magnesium (Mg).

"Unsur magnesium itu inti klorofil sehingga dapat meningkatkan proses fotosintesis," kata Syakir. Sementara di lahan rawa pengapuran dapat dikombinasikan dengan varietas toleran lahan masam.

Menurut Syakir, bila produktivitas padi gogo di lahan kering dan padi rawa mampu ditingkatkan 1-2 ton per ha maka problem stok pangan dapat diatasi.

“Selama ini rata-rata produktivitas padi gogo di tingkat petani hanya 2,9 ton perhektare Sementara padi rawa 2-3 ton perhektare. Bila meningkat menjadi 4-5 ton perhektare saja, tambahannya sudah berdampak besar. Sementara pada sawah irigasi rata-rata 5,2 ton perhektare,” kata Syakir.

Di tanah air, menurut Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, luas lahan kering eksisting mencapai 17 juta hektare. Masih terdapat lahan kering potensial seluas 24.7-juta ha yang terdiri dari 5,7 juta hektare di Kawasan budidaya pertanian (APL), hutan produksi (HP) (14,6 juta hektare) dan 4,4 juta hektare di Kawasan hutan produksi (HPK) sebagai lahan cadangan.

Di luar itu terdapat lahan bekas tambang terlantar dan lahan perkebunan 23 juta hektare, sekitar 6,9 juta hektare yang 30 perseh di antaranya dapat dimanfaatkan untuk tanaman sela.

Sementara luas total lahan rawa mencapai 32,6-juta hektare. Dari luasan itu 20 juta hektare potensi untuk pertanian.
Baca juga: Serikat petani dukung penyiapan lahan terlantar untuk cetak sawah
 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020