Semarang, 24/9 (ANTARA) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seharusnya cukup mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) tanpa perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Langkah yang paling pragmatis adalah mengeluarkan Keppres dan tidak perlu menggeluarkan Perppu yang memiliki risiko politik yang tinggi," kata pengamat hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Isharyanto, di Semarang, Kamis.

Isharyanto menjelaskan, sebenarnya dasar hukum Presiden menggeluarkan Keppres sudah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara (UUD 1945 sebelum perubahan).

Menurutnya, Presiden tidak perlu bersinggungan dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK karena harus berhadapan dengan DPR yakni dengan mengeluarkan Perppu.

Apalagi, dalam UU tersebut sistem di KPK sudah jalan karena tidak ditentukan jumlah minimum dan maksimum harus diikuti oleh berapa orang pimpinan KPK dalam mengambil keputusan.

Jika dilihat dari sisi positifnya, dikeluarkannya Perppu tersebut ada upaya pencitraan dari pemerintah untuk pemberantasan korupsi salah satunya dengan menata KPK.

"Upaya menampilkan citra tersebut bagus, akan tetapi berisiko," katanya.

Ia menjelaskan, ada pendapat yang menyatakan kalau Plt pimpinan KPK diisi dengan inisiatif Presiden dikhawatirkan kekuasaan eksekutif akan mempengaruhi KPK.

Oleh karena itu, solusi yang dapat ditempuh dengan keluarnya Perppu Plt Pimpinan KPK tersebut adalah dengan tetap mencantumkan limitasi atau batas waktu tiga atau empat bulan berlakunya Perppu, karena kalau tidak akan melampaui kewenangan DPR.

Terkait waktu kapan DPR harus menyetujui atau tidak Perppu Plt Pimpinan KPK tersebut diatur dalam Paasal 22 UUD 1945 yang menyebutkan persetujuan DPR terhadap Perppu adalah pada masa persidangan berikutnya. Jika melihat masa bakti DPR yang berakhir 1 Oktober, tentu yang melakukan persidangan adalah DPR periode yang akan datang. Mereka akan bekerja setelah ada tata tertib dewan sehingga mereka bisa bekerja.

"Sebaiknya DPR bisa menunjukkan sikap kenegarawanannya bahwa mereka juga memiliki komitmen memberatas korupsi. Kalau DPR menerima maka juga akan mempermudah keluarnya Keppres," demikian Isharyanto.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009