Magelang (ANTARA News) - Tradisi "Sungkem Tlompak" oleh puluhan warga lereng Gunung Merbabu, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, setiap hari keempat Lebaran sebagai penguatan komitmen mereka untuk menjaga kelestarian alam.

Warga Dusun Keditan, Desa Pogalan, Kecamatan Pakis itu, Kamis, tampak melakukan tradisi tersebut di mata air Tlompak, di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis.

Tempat itu berada di ketinggian sekitar 800 meter dari permukaan air laut, di lereng barat Gunung Merbabu. Dusun Keditan dengan Gejayan berjarak sekitar tujuh kilometer.

Dua sesepuh warga Keditan, masing-masing Partowiyoto dan Martodinomo, bersama puluhan orang yang berpakaian tarian tradisional Merbabu, "Prajuritan", berdiri di halaman rumah jurukunci sumber air Tlompak, Purwosugito.

Partowiyoto terlihat secara resmi meminta restu Purwosugito untuk melaksanakan tradisi turun temurun di kawasan itu.

Mereka kemudian berjalan kaki dipimpin Purwosugito yang mengenakan pakaian adat Jawa, "bebet", surjan, dan belangkon, menuju mata air Tlompak yang berjarak sekitar 500 meter dari pemukiman warga Gejayan.

Seorang warga mengusung sesaji dengan wadah dari anyaman bambu, berisi antara lain tumpeng, lauk pauk, palawija, bunga mawar, rokok keretek, dan kemenyan.

Tabuhan sejumlah alat musik seperti kenong, bende, jedor, dan truntung terdengar mengiring prosesi jalan kaki menuju mata air yang terletak di antara dua jurang di kawasan itu.

Mereka yang melakukan prosesi itu antara lain berpakaian topeng harimau, raksasa, barongan, burung beri, rontek, bugis, kentes, pentol papak, dan pentol tembem.

Sejumlah orang yang mengenakan pakaian tarian tradisional setempat juga mengusung bendera Merah Putih dan dua songsong berwarna kuning emas.

Purwosugito yang juga mantan Kepala Dusun Gejayan terlihat duduk di deret terdepan di bawah mata air Tlompak. Dia meletakan sesaji, membakar kemenyan, mengucapkan doa, dan menebar bunga mawar di mata air tersebut.

Secara bergantian, warga tampak membasuh muka dengan air dari mata air setempat. Mereka kemudian mementaskan tarian "Keprajuritan" di tempat yang masih relatif banyak pepohonan besar itu.

Kepala Desa Banyusidi yang membawahi Dusun Gejayan, Riyadi, mengatakan, tradisi itu berlangsung sejak 1932, saat krisis pangan di Dusun Keditan.

Para sesepuh dusun kala itu, katanya, bertirakat di Tlompak yang dipercaya sakral dan ditunggu ruh Singobarong. Singobarong adalah salah satu tokoh penting Kerajaan Kediri dalam cerita ketoprak.

Mereka, kata Riyadi yang juga penggerak kesenian rakyat setempat itu, menerima wangsit dari Singobarong yang intinya kewajiban warga menggelar "Sungkem Tlompak" setiap Lebaran agar mereka mendapatkan kemakmuran.

"Karena menjadi tempat melakukan tradisi dan kegiatan ziarah, mata air itu tetap dijaga, dibersihkan, warga dilarang menebang pohon. Ini kecerdasan lokal warga Merbabu, dengan cara ini mereka menghargai alam dan melestarikan air," katanya.

Warga yang memiliki hajat seperti sunatan atau pernikahan, katanya, biasanya mengambil air dari Tlompak sebagai salah satu syarat agar hajatan mereka berlangsung lancar.

Mereka kemudian melanjutkan pentas kesenian tradisional di halaman rumah Purwosugito dengan disaksikan ratusan warga dari berbagai tempat di kawasan lereng barat Merbabu itu.(*)

Oleh
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009