Jakarta (ANTARA News) - Kongres Bahasa Indonesia ke-9 yang digelar dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2008 menyimpan cerita sendiri, karena salah seorang yang terpilih sebagai penggunaan Bahasa Indonesia terbaik, justru terkaget-kaget merasa tidak pantas menerima penghargaan tersebut.

Bersama penerima penghargaan lainnya, pemuda yang kemudian dikenal sebagai Anas Urbaningrum itu akhirnya maju untuk menerima penghargaan yang diserahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo walau dengan perasaan campur aduk.

Anas terkejut karena merasa dirinya tidak lebih baik dari tokoh lainnya. Bagi Anas, masih banyak tokoh yang lebih pantas mendapatkan penghargaan ini.

"Jangankan menduga, membayangkan saja tidak pernah," kata Anas.

Demikianlah gaya dan tata bahasa Anas Urbaringrum, tahu diri dan rendah hati. Publik mengenal Anas bukan dalam kurun waktu yang singkat. Sejak memimpin Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 1997-1998, namanya mulai disebut-sebut di media massa dan mulai menajdi perbincangan di masyarakat.

Tutur bahasa dan kalimat yang tertata rapi, semakin memicu popularitasnya. Di negeri ini, sopan-santun dan tutur bahasa yang baik akan memudahkan seorang figur publik diterima di masyarakat. Di sisi lain, jaringan organsisasi yang mapan telah menempa sosok Anas Urbanringrum ke pentas politik nasional.

Hasil survei beberapa lembaga survei mengenai calon presiden, misalnya, menunjukkan bahwa masyarakat menghendaki tokoh yang punya kesantunan dalam berbicara dan berprilaku. Kematangan dan kemampuan mengendalikan atau mengelola emosi juga menjadi nilai tersendiri bagi masyarakat yang menilai tokoh politik.

Dari sisi kemempuan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, Anas sudah membuktikan bahwa dirinya pada 2008 meraih predikat dari Depdiknas. Dari kesantuan berbahasa dan berprilaku serta pengendalian atau pengelolaan emosi, laporan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang diumumkan pekan lalu menempatkan Anas sebagai tokoh nasional yang berpotensi menjadi pimpinan lembaga negara.

Sebagian publik mengetahui bahwa di saat genting dimana sedang terjadi tarik-menarik kepentingan antara Partai Demokrat dan Partai Golkar terkait calon wapres yang akan disandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Anas menanggapi "serangan" dari Golkar sebagai sebuah relaksasi politik.

Ketika partai-partai pendukung koalisi tersengat emosinya karena pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok, pekan lalu, Anas memainkan diplomasi politik dengan mengatakan pernyataan Mubarok sebagai sebuah kelakar dalam politik.


Citranya bersih

Dunia politik selalu diwarnai ambisi-ambisi. Anas menunjukkan kepiawaiannya mengelola ambisi politiknya, bahkan ketika dipancing untuk menunjukkan ambisinya pun melalui survei yang dilakukan LSI bahwa dialah calon Ketua DPR mendatang yang dikehendaki publik.

Hasil survei LSI itu diumumkan 17 September 2009 di Gedung DPR/MPR Jakarta. Menurut LSI, Anas berpotensi mengungguli empat pesaingnya di internal Partai Demokrat, yaitu Taufik Effendi, Hayono Isman, Marzuki Alie dan Syarif Hasan.

Survei LSI dilakukan di 33 provinsi dengan metode multistage random sampling, jumlah sampel sebanyak 1.240 orang dan memiliki margin of error sebesar +/- 3 persen tingkat kepercayaan 95 persen. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara wawancara langsung.

LSI menyiapkan pertanyaan kepada masing-masing responden selama tanggal 9 - 15 September 2009. Dana survei murni berasal dari LSI tanpa ada sumbangan dari pihak manapun.

Menurut peneliti LSI, Burhanudin Muhtadi, potensi Anas yang besar karena banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah karena fisiknya yang enak dilihat, citranya bersih dari korupsi serta pengalaman sebagai aktivis mahasiswa dan anggota KPU yang mumpuni.

Dari lima nama yang disebut-sebut akan menjadi kandidat Ketua DPR mendatang dari Partai Demokrat, Anas memperoleh 23,9 persen, Hayono Isman (8 persen), Marzuki Alie (6,7 persen), Syarif Hasan (2,4 persen), Taufik Effendi (7,5persen), namun 51,6 responden menyatakan tidak tahu.

Angka itu meningkat ketika responden ditanyakan dengan menggunakan foto. Anas melonjak menjadi 26,3 persen. "Ini mungkin dikarenakan dia lebih enak dilihat dibanding empat 5 pesaingnya," kata Muhtadi.

Berdasarkan survei pula, Anas dianggap lebih mampu memimpin DPR. Sebanyak 73,9% responden menilai Anas paling mampu memimpin DPR dari skala 1-100 persen , selain itu 72,5 persen responden menganggap bahwa Anas bisa diterima oleh masyarakat, 81,1 persen Anas dianggap menarik secara fisik sebagai ketua DPR,

Pengamat politik Universitas Paramadina, Dr Bima Arya Sugiarto berpendapat, Anas Urbaningrum cocok menjadi Ketua DPR. Anas memiliki tiga faktor yang dapat menaikkan popularitasnya, yaitu media, citra, dan usia.

Selain itu, kata Bima Arya, Anas merupakan figur yang memiliki karakter paling mendekati "top of mind" atau orang yang paling berpengaruh di Indonesia, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Usia muda yang dimiliki oleh Anas, juga merupakan alasan populernya Anas karena masyarakat menganggap jika DPR dipimpin oleh tokoh muda, maka akan terjadi regenerasi. Karena itu, angka rata-rata yang menempatkan Anas paling berpotensi menjadi Ketua DPR sebesar 71,6 persen.


Minimalis

Anas Urbaningrum tidak menunjukkan ambisi politiknya ketika dikonfirmasi mengenai hasil survei tersebut. Namun dia menyatakan kesiapannya jika akhirnya dipilih menjadi Ketua DPR.

Anas mengajak semua pihak agar memberi waktu seluas-luasnya kepada Presiden Yudhoyono untuk memilih siapapun Ketua DPR dari Partai Demokrat. "Pak SBY pasti memilih orang yang tepat. Biarlah beliau memilih dengan tenang," kata Anas.

Anas tidak ingin terlalu rinci berbicara mengenai Ketua DPR mendatang. Dia lebih menyoroti mengenai pelantikan anggota MPR, DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD ). Menurut Anas, pelantikan anggota baru DPR dan DPD menjadi heboh karena biaya pelantikan dinilai terlalu besar.

Pelantikan kemudian lebih berwarna sebagai ?pesta penyambutan? datangnya para anggota parlemen baru. Karena itu, anggota baru seakan mendapatkan kado awal berupa cemooh publik. Ikhwal yang tentu saja kurang pada tempatnya. Yang perlu disadari adalah pelantikan bisa saja dengan biaya minimalis, tetapi kerja dan hasil kerjanya maksimalis.

Anas Urbaningrum lahir di Blitar 15 Juli 1969. Setelah menyelesaikan studi Sarjana Ilmu Politik Universitas Airlangga tahun 1992, Anas melanjutkan studi Magister Sains Ilmu Politik UI tahun 2000. Saat ini, Anas sedang mengikuti program doktor di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Kiprah politiknya semakin menonjol setelah jabatannya sebagai Ketua Umum PB HMI, Anas menajdi Anggota Tim Revisi UU Politik (Tim 7) tahun 1998 dan Anggota Tim Seleksi Parpol Peserta Pemilu 1999 (Tim 11) tahun 1999.

Anas kemudian menjadi Anggota KPU 2001-2005, Ketua DPP Partai Demokrat tahun 2005-sekarang, Ketua Yayasan Wakaf Paramadina tahun 2006 sampai sekarang.

Sedangkan dari sisi keluarga: Anas menikahi Athiyyah Laila dan kini memiliki anak Akmal Naseery, Aqeela Nawal Fathina, Aqeel Najih Enayat dan Aisara Najma Waleefa.

Anas juga menulis karya ilmiah dan artikel, antara lain, Menuju Masyarakat Madani : Pilar dan Agenda Pembaruan(1997), Ranjau-Ranjau Reformasi: Potret Konflik Politik Pasca Jatuhnya Soeharto (1999), Jangan Mati Reformasi (1999).,

Melamar Demokrasi ( 2004), Islamo-demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid (2004), Pemilu Orang Biasa (2004) serta Menjemput Pemilu 2009.

Sejak SD hingga perguruan tinggi, Anas selalu juara. Anas juga meraih predikat mahasiswa teladan dan lulusan terbaik Universitas Airlangga. Dia dikenal aktif berorganisasi sejak SMP. Saat sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir, Blitar dia tercatat sebagai Sekretaris OSIS. Lalu menjadi Pengurus OSIS SMA Negeri Srengat, Blitar. Dari OSIS, Anas melangkah lebih jauh, memimpin organisasi kemahasiswaan berskala nasional, HMI.

Di tengah penantian mengenai komposisi pimpinan DPR, publik masih menanti apakah bintang tokoh muda ini masih akan tetap bersinar dan dimanakan akan ditempatkan.

Anas yang memperoleh penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden RI tahun 1999 mengaku dirinya tidak mengejar jabatan apapun. Jabatan merupakan amanah dan tanggungjawab besar. Jabatan bukan untuk diburu, tetapi juga jangan pilih-pilih jabatan. "Apapun yang ditugaskan pimpinan, akan saya laksanakan `on the best`," katanya.(*)

Oleh Oleh Muryono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009