Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

"Menyatakan permohonan para pemohon dikabulkan," kata pimpinan majelis hakim konstitusi, Mahfud MD, dalam sidang putusan pengujian UU tersebut, di Jakarta, Rabu.

Pemohon pengujian UU tersebut, merupakan lima anggota DPD, yakni, Wahidin Ismail dari Provinsi Papua Barat, Marhany Victor Poly Pua dari Sulawesi Utara, Sri Kadarwati dari Kalimantan Barat, KH Sofyan Yahya dari Jawa Barat, dan Instsiawati Ayus dari Riau.

Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 27 tahun 2009, karena tidak bisa dipilih menjadi ketua MPR RI, dan pasal itu dianggap telah bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 14 ayat (1) itu berbunyi, "Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari anggota DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri dari anggota 2 (dua orang) wakil ketua dari anggota DPR dan dua orang wakil ketua berasal dari anggota DPD".

Majelis hakim konstitusi menyatakan Pasal 14 ayat (1) sepanjang menyangkut frasa "yang berasal dari anggota DPR" dan frasa "yang terdiri atas dua orang wakil ketua berasal dari DPR dan dua orang dari DPD.

"Serta Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UU Nomor 27 tahun 2009, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," katanya.

Hakim konstitusi berpendapat pada hakikatnya, kedudukan, hak dan kewajiban anggota MPR, darimanapun asal usul keanggotaannya adalah setara atau sederajat.

Hakim juga berpendapat bahwa MPR sebagai lembaga negara yang merupakan organ konstitusi dengan enam kewenangannya, sudah sewajarnya apabila pimpinan MPR dipilih dari dan oleh anggota MPR sendiri dalam forum persidangan MPR.

"Sebagaimana ketentuan UU Nomor/2003," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum pemohon, Todung Mulya Lubis, menyatakan, dengan adanya putusan itu mengukuhkan perlu adanya kesetaraan antara anggota DPD dengan DPR di MPR.

"Tidak ada diskriminasi dalam keanggotaan DPR dan DPD, hak dan kewajiban yang sama," katanya.

Ia menegaskan siapapun anggota MPR tersebut, punya hak dipilih dan memilih.

"Amar putusan, MK inginkan kesetaraan dan kesederajatan," katanya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009