Karimun, Kepri (ANTARA News) - Krisis listrik berkepanjangan di Tanjung Balai Karimun (TBK), Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap karyawan hotel dan wisma di wilayah itu.

"Jika krisis listrik tidak segera teratasi, kami khawatir akan terjadi PHK besar-besaran bagi karyawan hotel dan wisma," kata Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karimun, Edi Suntek, di TBK, Jumat.

Edi mengatakan, jumlah karyawan hotel dan wisma yang terancam kehilangan pekerjaan itu bisa mencapai ratusan dengan asumsi setiap hotel mempekerjakan 10 hingga 20 karyawan.

"Jumlah hotel kelas melati mencapai 40, jika dikalkulasikan maka terdapat 800 karyawan, itu belum termasuk hotel berbintang yang mencapai 50 orang lebih," kata dia.

Saat ini saja, kata dia, sejumlah pengusaha hotel dan wisma sudah memberhentikan sebagian karyawan untuk mengurangi biaya operasional yang dipicu pengeluaran tambahan untuk membeli bahan bakar genset.

"Saya saja rugi jutaan rupiah karena harus mengoperasikan genset ketika listrik padam," kata dia.

Dia mengaku harus mengeluarkan dana Rp8 juta untuk genset dan ditambah pembayaran rekening listrik PLN yang mencapai Rp4 juta, sementara, tingkat hunian hotel merosot tajam, seperti hotel Erison miliknya yang hanya terisi dua hingga lima kamar setiap hari.

"Biaya yang harus saya tanggung mencapai Rp700 ribu per hari, termasuk gaji para karyawan. Sedangkan pendapatan hanya Rp100 hingga Rp200 ribu," ucapnya.

Kondisi tersebut semakin parah sejak sepekan ini di mana tingkat pemadaman listrik oleh PLN semakin tinggi yang memicu bertambahnya biaya bahan bakar genset.

"Sedikitnya saya membutuhkan tiga liter solar untuk menyalakan genset selama enam hingga tujuh jam, per liter harganya Rp340 ribu, sedangkan pemadaman listrik terjadi setiap hari pada siang atau malam secara bergantian dalam sepekan ini," ucapnya.

Dia juga mengatakan, bagi hotel berbintang mungkin masih bisa bertahan, namun kondisi itu membuat hotel dan wisma terancam tutup.

"Anda bisa cek seberapa besar dampak krisis listrik di hotel-hotel kecil, bahkan beberapa di antaranya sudah berencana menutup usahanya karena terus merugi," kata dia.

Lebih lanjut dikatakannya, saat ini sejumlah hotel dan wisma sudah mengurangi karyawannya, termasuk hotel miliknya yang kini hanya tinggal sepuluh dari 20 karyawan.

"Kami khawatir dalam beberapa bulan ke depan sejumlah hotel yang terancam bangkrut itu benar-benar tutup jika krisis listrik belum juga berakhir," kata dia.

Informasi dihimpun, sejumlah hotel melati melakukan penghematan dengan mematikan AC atau alat pendingin ruangan, bahkan sebagian lainnya tidak menyalakan genset ketika terjadi pemadaman oleh PLN di malam hari, seperti sebuah wisma di ujung Jalan Nusantara.

Seorang resepsionis hotel di Jalan Teuku Umar mengatakan sejak 1 Oktober lalu, tingkat hunian kamar paling banyak 20 kamar, bahkan dalam satu hari tidak sampai separuhnya.

"Hingga pukul 19.00 WIB, hanya delapan kamar yang dihuni tamu," kata dia yang enggan disebutkan namanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009