Borobudur (ANTARA News) - Kalangan penyair dunia kini terus berupaya menggali literatur tentang spiritualitas Candi Borobudur, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, antara lain melalui "Global Voices in Borobudur".

"Meskipun Borobudur terkenal, tidak banyak yang tahu konteks literaturnya," kata Direktur Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), Janet De Neefe, di Borobudur, Selasa (13/10) petang.

`Even`t itu diikuti para penyair dari sejumlah negara termasuk Indonesia di pelataran Hotel Manohara, di Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, sebelah timur pelataran candi Buddha terbesar di dunia itu.

Mereka antara lain Janet, Dorothea Rosa Herliany, Antony Loewenstein, Fatima Bhutto, Triyanto Triwikromo, Michelle Cahill, Angelo "Serge" R. Lacuesta, Jennifer Mackenzie, Tom Cho, Gunawan Maryanto, Dyah Merta, Andrew MacMillan, Omar Musa, Ugoran Prasad, dan Sosiawan Leak.

"Global Voices In Borobudur" merupakan rangkaian penutup atas UWRF 2009 dalam bentuk festival sastra internasional yang melibatkan para penulis dan penyair dunia.

UWRF pertama kali digelar di Bali pada 2004, sedangkan mulai 2008 diperluas tempat penyelenggaraan dari Pulau Dewata antara lain di Yogyakarta, Padang, Makasar, Aceh, dan Surabaya.

"Tahun ini untuk pertama kali di Candi Borobudur, sebagai bagian koneksi Bali dengan bagian lain di Indonesia," katanya.

Candi Borobudur, katanya, megah, dramatis, dan imajinatif.

Ia menyatakan, Candi Borobudur sebagai tempat yang tepat untuk festival tersebut karena memiliki nilai-nilai spiritual.

`Event` itu, katanya, juga sebagai promosi Indonesia di mata masyarakat internasional.

Ia mengemukakan, elemen spiritual dan kegiatan di Borobudur antara lain terasakan nilai-nilai Buddha, Hindu, dan Islam.

"Ini menjadi jembatan ke dunia internasional," katanya.

Ketua Panitia "Global Voices in Borobudur" yang juga penyair asal Magelang, Dorothea Rosa Herliany, mengatakan, penyair dunia yang ikut dalam festival sastra internasional di Candi Borobudur itu antara lain menyuguhkan karya mereka seperti puisi, cerita pendek, dan prosa.

Mereka juga mendapat suguhan pentas warok bocah dari salah satu grup kesenian rakyat setempat.

"Para penulis juga ingin tahu lebih banyak wilayah-wilayah lain di Indonesia, tidak hanya Bali," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009