Jayapura (ANTARA News) - Penelitian arkeologi di Papua membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keahlian di bidang tersebut karena wilayah penelitiannya sangat luas dan menantang.

"Sejarah perkembangan antropologi di Papua cukup signifikan yang menjadi bahan kajian dan penelitian arkeologi yang sangat berharga," ungkap Kepala Balai Arkeologi Jayapura, M.Irfan Mahmud di Jayapura, Kamis.

Menurutnya, jumlah peneliti arkeologi di Papua belum ideal dibandingkan luas daerah penelitian yang tersebar di seluruh penjuru Pulau Papua. Akibatnya, masih banyak lokasi yang benilai arkeologis tinggi belum terjangkau.

Untuk mengoptimalkan kegiatan penelitian di Papua, lanjut Irfan, Balai Arkeologi Jayapura membagi wilayah kajian menjadi enam, yaitu daerah Kepala Burung, Teluk Cenderawasih, Teluk Bintuni, Pantai Selatan dan sekitarnya, Pantai Utara dan sekitarnya serta Pegunungan Tengah.

Sementara itu, kondisi geografis Papua yang terdiri dari pergunungan terjal dengan ketinggian mencapai ribuan meter di atas permukaan laut, ditambah belum tersedianya sarana dan prasarana transportasi, terutama di daerah pedalaman, cukup menyulitkan para peneliti arkeologi.

Selain itu, untuk menjangkau daerah terpencil, tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi terlaksananya penelitian arkeologi di Papua.

Sejauh ini, penelitian arkeologi di Papua lebih banyak dilakukan di daerah pantai dibandingkan pegunungan. Adapun situs-situs arkeologi yang ditemukan di Papua terdiri dari peninggalan jaman megalitikum yang berusia 40.000 - 30.000 sebelum masehi hingga yang termuda berupa peninggalan zaman kolonial.

Penemuan dari jaman megalitikum misalnya Situs Tutari di Kabupaten Jayapura. Di tempat ini ditemukan bongkahan batu berlukis berbentuk binatang-binatang melata.

Sedangkan situs jaman kolonial misalnya Situs Ifar Gunung, Kabupaten Jayapura yang dulunya merupakan markas besar angkatan bersenjata Amerika Serikat ketika melakukan penyerangan atas Jepang di sekitar Asia Pasifik pada tahun 1940-an.

Situs lainnya adalah yang berkaitan dengan sejarah masuknya agama Islam ke Papua. Dibuktikan dengan ditemukannya Situs Makam Islam di Lapintal, Kabupaten Raja Ampat, Situs Islam di Pulau Nusmawan, Kabupaten Teluk Bintuni dan lain sebagainya.

Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kegiatan penelitian dan pengembangan Balai Arkeologi Jayapura telah menemukan 89 situs yang sangat berharga, baik dari segi pendidikan dan budaya maupun wisata sejarah.

"Kami berharap pemerintah daerah dan masyarakat dapat mendukung dan untuk ikut terlibat dalam mengembangkan dan melestarikan kekayaan arkeologi sebagai warisan budaya yang sangat berharga di Papua," kata Irfan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009