Kendari (ANTARA News) - Satu keluarga besar yang terdiri dari delapan orang diduga tewas tenggelam di perairan Pulau Menui saat hendak menyelamatkan diri dari guncangan gempa yang melanda pulau itu pekan lalu.

Kedelapan orang ini bersama dengan penumpang lainnya --yang jumlahnya tidak diketahui pasti-- mengungsi dengan menggunakan perahu kecil dan akhirnya tenggelam dihantam ombak, Minggu (19/10).

Kerabat korban, Salam (35), di tempat pengungsian di Kota Kendari, Rabu mengatakan, para korban itu adalah ibunya, dua saudaranya beserta istri-istri mereka, dan tiga orang keponakannya yang merupakan anak dari dua saudaranya tersebut.

"Sampai sekarang saya belum mendapatkan informasi mengenai keberadaan mereka. Saya sudah mencarinya berdasarkan informasi dari orang lain, namun baru satu orang yang saya temukan dan sudah dikuburkan," ujar Salam di Posko bantuan pengungsi di Kendari.

Salam menjelaskan, kalau dalam pencarian itu dia hanya berlayar sendirian dengan menggunakan perahu kecil.

Mengenai jumlah penumpang di perahu yang naas itu, dia tidak bisa mengetahui pasti, tetapi yang jelas kapasitas perahu itu hanya mampu menampung maksimal 20 orang tanpa barang.

Saat melakukan pencarian, dia menyuruh istrinya, Sartini (35), untuk mengungsi bersama warga Pulau Menui lainnya terlebih dahulu dan berjanji akan menyusul kemudian setelah melakukan pencarian terhadap keluarganya.

Salam bersama istrinya adalah warga Pulau Menui di Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah yang mengungsi karena gempa yang melanda kampung halamannya.

Dia bersama dengan 100-an dari 1.863 orang pengungsi Pulau Menui yang berada di Kota Kendari memilih menginap di posko di Termnal Pelabuhan Kendari karena tidak memiliki kerabat atau pun kenalan di Kendari.

Sejak terjadi gempa di pulau yang berada di perbatasan provinsi Sulteng dengan Sultra, dengan jumlah penduduk sekitar 7.000 jiwa, diperkirakan sekitar 4.000 orang mengungsi ke daerah lain yang tersebar di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Utara (Sultra) dan Morowali (Sulteng).
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009