Jakarta (ANTARA News) - Pembentukan tim pencari fakta (TPF) untuk mengurai kasus dugaan pelanggaran hukum yang dikenakan pada pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah diusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu upaya menyikapi dinamika kasus tersebut di masyarakat.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan sejumlah tokoh masyarakat dan cendekiawan di Wisma Negara Jakarta, Minggu malam.

Pembentukan TPF merupakan salah satu hal dari tiga usulan yang dikemukakan oleh Hikmahanto dalam pertemuan yang dihadiri juga oleh Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Komaruddin Hidayat, Sekjen Transparansi Indonesia Teten Masduki dan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan.

"Tadi kami melakukan sharing(bertukar pendapat, red) terhadap apa yang terjadi terkait penahanan Pak Bibit dan Pak Chandra berdasarkan komunikasi kami. Kami beri assesment(kajian, red) agar Presiden dapat mendengar apa-apa yang kami dengar. Teman-teman juga menyampaikan solusi dari permasalahan itu tetapi semuanya kembali ke Presiden. Utamanya adalah menjaga agar kehidupan sosial politik masyakat tidak terganggu," kata Hikmahanto usai pertemuan yang berlangsung sejak pukul 21.14 WIB hingga pukul 23.00 WIB tersebut.

Tiga hal yang diusulkannya adalah yang pertama, Kapolri Bambang Hendarso Danuri melakukan gelar perkara yang diikuti oleh ahli independen dan tokoh masyarakat dalam koridor tertutup.

"Dan mereka-mereka ini yang nantinya dapat dipercaya masyarakat untuk menilai apakah dasar yang digunakan polisi sudah tepat ini untuk menghapus kecurigaan," katanya.

Usulan yang kedua adalah dibentuknya tim pencari fakta yang mandatnya untuk melihat dan menelaah fakta-fakta dan pasal yang digunakan oleh pihak kepolisian bagi proses hukum Bibit dan Chandra.

"Ketiga, bagi "mereka yang dianggap terlibat" harus dilakukan suatu proses, kami berempat tidak mengatakan bahwa Pak Bibit dan Pak Chandra tidak bersalah karena proses hukum sedang berjalan. Yang kami harapkan proses hukum transparan, tapi yang terpenting tidak memunculkan gangguan sosial politik," ungkapnya.


Tanggapan Presiden

Sementara itu Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam keterangan persnya mengatakan Presiden Yudhoyono memberikan tanggapan yang baik atas masukan dari sejumlah tokoh itu meski demikian tidak serta merta diputuskan hasilnya pada Minggu (1/11) malam.

"Tadi direspons oleh Presiden dengan baik . Tapi keputusamnya tidak segera malam ini, diendapkan dulu, mungkin dirapatkan besok (Senin 2/11)," katanya.

Sedangkan terkait usulan pembentukan TPF, Djoko menyatakan hal tersebut juga tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.

"Secara person belum, tapi bayangan berasal dari kalangan mana saja sudah ada. Tidak bisa malam hari ini kita putuskan dari mana saja. Proses hukum yang sedang berjalan harus dibuat transparan dalam gelar perkara mungkin tidak terbuka tapi tertutup," kata Djoko.

Menko Polhukam menambahkan, pertemuan tertutup itu digagas oleh Presiden, sementara staf khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana yang menghubungi para tokoh untuk hadir.

Djoko mengatakan bertukar pikiran dengan para tokoh yang dilakukan oleh Presiden adalah sesuatu yang sejak lama dilakukan Yudhoyono sehingga bukanlah hal yang baru.


Bukan Perangi Lembaga

Sementara itu Anies Baswedan mengatakan dalam pertemuan itu muncul semangat untuk terus memberantas korupsi dan bukannya memberantas lembaga yang memberantas korupsi.

"Salah satu semangat yang muncul dalam pertemuan ini adalah bagaimana menjaga semangat Indonesia, untuk memerangi korupsi bukan memerangi lembaga yang memerangi korupsi. Tidak dapat dipungkiri suasana tadi yang beberapa waktu terakhir berkembang di masyarakat," paparnya.

Sedangkan Teten Masduki mengatakan saat ini kepercayaan masyarakat terhadap perkara tersebut yang ditangani kepolisian dan kejaksaan sangatlah tipis.

"Tidak dapat dipungkiri tidak ada kepercayaan publik atas proses yang dilakukan polisi dan kejaksaan. Oleh karena itu diperlukan gelar perkara yang transparan untuk mengembalikan itu," tegasnya.

Hadir mendampingi Presiden Yudhoyono dalam pertemuan itu Staf khusus Presiden bidang Hukum Denny Indrayana dan Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009