Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengatakan bahwa penanganan kasus pimpinan nonaktif KPK Bibit-Chandra akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat, dan tidak ada rekayasa.

"Kami pertanggungjawabkan dunia akhirat, lahir batin tidak ada rekayasa. Kami pastikan tidak ada uang satu sen pun untuk kasus ini," kata Kapolri Bambang Hendarso Danuri saat raker dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis malam.

Menurut Kapolri, kasus ini bermula dari adanya kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan tersangka ketua nonaktif KPK Antasari Azhar. Dari kasus tersebut, kemudian muncul testimoni dari Antasari Azhar pada 16 mei 2009. Testimoni tersebut dilanjutkan dengan adanya laporan polisi (LP).

Menurut Kapolri, berdasar LP dan testimoni tersebut, pihaknya kemudian melakukan penyidikan.

Kapolri menjelaskan dari penyidikan yang dilakukan diindikasikan adanya aliran dana sebesar Rp17,2 milliar ke salah satu perusahaan yang ada hubungan emosional dengan pimpinan KPK.

"Kami juga mendapatkan ada aliran dana Rp6 milliar. Atas kesaksian Ary Muladi dan kami punya bukti-bukti alirannya," kata Kapolri.

Kapolri juga menjelaskan bahwa selama ini Ary Muladi mengaku tidak kenal dengan pimpinan KPK, padahal polisi punya bukti Ary Muladi enam kali datang ke KPK.

"Dan saudara Edi Soemarsono berkali-kali datang ke KPK, bahkan jika datang melalui pintu khusus," kata Kapolri.

Atas semua itu, kata Kapolri, penyidik memiliki bukti-buktinya.

"Dalam kasus ini kami memeriksa 22 saksi, tiga saksi ahli jadi sudah terpenuhi semua persyaratan," kata Kapolri.

Dalam kesempatan itu Kapolri juga menjelaskan saat pemeriksaan dan penggeledahan polisi tidak mau melakukannya dengan gaduh atau mengundang media massa.

"Tanggal 29 Oktober 2009 kami lakukan penahanan karena dinamika yang begitu keras bukan karena dibayar. Ini bisa dibuktikan," kata Kapolri.

Kapolri mengakui bahwa dengan pembukaan rekaman di MKRI telah memposisikan Polri sebagai penegak hukum yang tak ada namanya sama sekali.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009