Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News/AFP) - Presiden Palestina Mahmud Abbas mengatakan dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Kamis, ia tidak akan mengupayakan pemilihannya kembali dalam pemilu Palestina yang akan diadakan pada Januari.

"Saya telah mengatakan kepada Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina dan Komite Sentral Partai Fatah bahwa saya tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilihan yang akan datang," kata Abbas di Ramallah.

"Ini bukan pertunjukan. Saya berharap semua orang memahami keputusan ini dan saya akan mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam kaitan dengan hal ini," katanya.

Sejumlah pejabat Palestina mengatakan sebelumnya, keputusan Abbas itu didorong oleh kekecewaannya pada upaya-upaya AS untuk menghentikan pembangunan permukiman Israel, yang menurutnya harus berlangsung sebelum pembukaan kembali perundingan perdamaian.

Abbas tidak mengaitkan keputusannya itu secara langsung dengan proses perdamaian yang macet, namun ia menyatakan "terkejut" dengan keputusan Washington untuk tidak mendorong penghentian pembangunan permukiman Israel sepenuhnya.

Meski demikian, Abbas menekankan bahwa ia masih mempercayai kemungkinan penyelesaian dua negara dengan Israel melalui perundingan.

"Penyelesaian dua negara dimana Israel dan Palestina hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan masih mungkin tercapai," kata presiden Palestina itu.

Pemimpin Palestina yang mendapat dukungan Barat itu telah mengeluarkan dekrit bahwa pemilihan umum presiden dan parlemen akan diadakan di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.

Penetapan pemilu itu diputuskan setelah kelmpok sekular Fatah kubu Abbas tidak bisa mencapai perjanjian rekonsiliasi dengan gerakan Islamis Hamas yang menguasai Jalur Gaza.

Para pejabat Hamas mengatakan, seruan pemilu oleh Abbas itu merugikan upaya-upaya rekonsiliasi.

Mesir telah menuduh kelompok pejuang Hamas tidak setia karena menolak menandatangani sebuah perjanjian penyatuan dengan kepemimpinan Palestina sesuai dengan jadwal.

"Mesir terkejut dengan penundaan Hamas ketika mereka menyatakan tidak bisa datang ke Kairo pada tanggal yang telah direncanakan," kata seorang Mesir awal pekan ini, seperti dikutip surat kabar Al-Ahram, beberapa waktu lalu.

"Penundaan rekonsiliasi itu dan kenyataan bahwa Hamas menciptakan lingkungan yang menakutkan di wilayah-wilayah Palestina menunjukkan bahwa Hamas tidak setia dan memiliki agendanya sendiri," kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Mesir sebelumnya mengumumkan bahwa delegasi-delegasi Hamas dan Fatah akan datang ke Kairo untuk menandatangani perjanjian yang telah tertunda itu pada 25-26 Oktober.

Perjanjian itu menetapkan penyelenggaraan pemilihan umum parlemen dan presiden pada Juni tahun depan dan pemulihan kembali tugas 3.000 anggota eks-aparat keamanan pimpinan Fatah di Gaza.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.

(Uu.M014/A/M016)

(Uu.SYS/C/M014/A/M016) 06-11-2009 02:48:40

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009