Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, membantah tuduhan Polri tentang penyuapan dan penyalahgunaan wewenang.

"Terkait dengan pernyataan Kapolri, saya nyatakan bahwa saya tidak pernah menerima uang, baik langsung maupun tidak langsung, dari Ari Muladi atau Yulianto atau orang lain yang mungkin akan dimunculkan lagi," kata Bibit dalam pernyataannya kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Bibit mengatakan hal itu terkait pernyataan Kapolri Jendeal Pol Bambang Hendarso Danuri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI.

Dalam RDP itu, Kapolri menjelaskan pimpinan KPK, termasuk Bibit dan Chandra, telah menerima uang sekitar Rp6 miliar dan menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan dan pencabutan cegah (larangan pergi ke luar negeri).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Chandra M. Hamzah. Dia mengaku tidak mengenal Ari Muladi, orang yang diduga menjadi perantara pemberian uang dari pengusaha Anggoro Widjojo kepada pimpinan KPK. Chandra juga mengaku tidak mengenal Yulianto dan Edi Sumarsono, nama-nama yang sering disebut polisi memiliki peran dalam kasus dugaan suap tersebut.

Akhir-akhir ini diberitakan bahwa Ari Muladi dan Edi Sumarsono membantah pernah menyerahkan uang kepada pimpinan KPK. Sedangkan sampai sekarang, Polri tidak pernah menjelaskan keberadaan dan keterangan Yulianto.

Chandra menegaskan dirinya tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang tersebut.

Mantan pengacara itu menegaskan tidak pernah menerima uang seperti yang dituduhkan. Kekayaanya hanya berasal dari gaji yang dia dapat sebagai Wakil Ketua KPK.

"Penghasilan saya satu-satunya dari negara," kata Chandra.

Alexander Lay, pengacara Bibit dan Chandra, menjelaskan, Kapolri tidak memiliki data akurat dalam menyidik kliennya dalam kasus dugaan penyuapan dan penyalahgunaan wewenang.

Menurut Alex, Bibit sedang berada di Peru pada hari yang disebut Polri sebagai saat penyerahan uang, sedangkan Chandra tidak berada di lokasi yang disebut Polri sebagai tempat penyerahan uang.

Alex mengatakan, pihaknya memiliki bukti kuat bahwa Chandra tidak menerima uang seperti yang dituduhkan. Namun, Alex hanya akan membeberkan bukti itu pada saat yang tepat.

"Ini bagian dari strategi pembelaan," kata Alex.

Alex juga membantah pernyataan Kapolri tentang berlarut-larutnya pengusutan kasus Anggoro di KPK disebabkan sejumlah pimpinan KPK telah menerima uang.

Alex menjelaskan, awalnya KPK mengusut kasus dugaan penyuapan terhadap mantan anggota DPR Yusuf Erwin Faisal dalam alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan Tanjung Api Api.

Pada saat yang sama, KPK juga menelusuri dugaan aliran uang dari Anggoro Widjojo kepada Yusuf Erwin Faisal terkait proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).

Menurut Alex, itulah yang menjadi dasar penggeledahan PT Masaro Radiokom karena Anggoro adalah petinggi perusahaan tersebut.

Pada Maret 2009, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Yusuf Erwin bersalah menerima suap dalam kedua kasus tersebut, yaitu kasus Tanjung Apiapi dan kasus SKRT.

Putusan itu berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung membuat keputusan yang sama pada April 2009.

Namun pada Mei 2009, KPK disibukkan dengan kasus pidana yang menjerat Antasari Azhar yang pada saat itu menjadi Ketua KPK.

Setelah itu, KPK pada Juni 2009 menggunakan putusan kasus Yusuf Erwin Faisal itu sebagai salah satu dasar dan bukti untuk menjerat Anggoro Widjojo dalam kasus dugaan penyuapan kepada Yusuf Erwin Faisal.

Alex mengatakan, kronologi itu menunjukkan penundaan penanganan kasus Anggoro bukan karena pejabat KPK menarima suap. Penundaan itu juga merupakan salah satu strategi KPK dalam menangani perkara korupsi.

KPK juga menempuh strategi yang sama ketika mengusut perkara aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Saat itu, KPK menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan, sebagai tersangka setelah ada putusan pengadilan atas berkas perkara mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009