Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supanji untuk mempelajari rekomendasi sementara yang dihasilkan oleh Tim delapan dalam kasus hukum Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Permintaan itu disampaikan Presiden dalam rapat mendadak selama sekitar dua jam di Istana Negara, Jakarta, Senin malam.

Tim delapan adalah tim independen verifikasi dan proses hukum atas kasus Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto, yang diketuai Adnan Buyung Nasution.

Dalam dapat itu, hadir Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri, Jaksa Agung, dan Menko Perekonomian Hatta Radjasa.

Usai rapat, Menko Polhukam mengatakan Presiden Yudhoyono tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri proses hukum perkara Bibit dan Chandra. Karena itu, Presiden menyerahkan kepada Jaksa Agung dan Kapolri langkah apa yang harus mereka perbuat untuk menindaklanjuti rekomendasi Tim delapan yang menyatakan kasus Bibit dan Chandra tidak memiliki bukti yang cukup kuat.

"Presiden tidak memiliki kewenangan yuridis untuk menghentikan proses hukum ini. Oleh karena itu Presiden meminta Kapolri dan Jaksa Agung untuk merespon, menilai dan mempertimbangkan," jelas Djoko Suyanto.

Presiden, lanjut dia, juga tidak memberikan tenggat waktu kepada Jaksa Agung maupun Kapolri untuk mempelajari rekomendasi tim delapan tersebut.

"Secara spesifik tidak disampaikan tadi dipercepat atau diperlambat, ini akan dipelajari dulu oleh Kapolri dan Jaksa Agung," ujarnya.

Djoko mengatakan, pemanggilan Kapolri dan Jaksa Agung ke Istana Negara pada Senin malam adalah respon Presiden Yudhoyono setelah menerima rekomendasi sementara tim delapan yang baru saja diserahkan pada Senin sore melalui Menko Polhukam.

Djoko menjelaskan dalam rekomendasinya tim delapan hanya menyatakan kasus hukum Bibit dan Chandra tidak memiliki bukti yang cukup atas tuduhan pemerasan atau penyuapan karena alur perkaranya putus pada penyerahan uang dari Anggodo Widjojo ke Ary Muladi.

Tim delapan, lanjut dia, tidak memberikan saran langkah yang harus diambil mengenai kasus tersebut, seperti penghentian penyidikan oleh Kejaksaa Agung.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009