Jakarta (ANTARA News) - Uni Eropa (UE) dan Indonesia yang telah menjalin hubungan dan kerja sama di berbagai bidang dengan baik perlu mendesain ulang struktur dasar dari pelibatan keduanya di tengah-tengah perubahan yang berlangsung di dunia, kata seorang utusan dari Komisi Eropa.

"Landasan hukum bagi pelibatan itu saat ini masih berdasarkan pada perjanjian ASEAN-Komisi Eropa tahun 1980 pada saat Indonesia berada di bawah Orde baru dan Uni Eropa beranggota sembilan negara," kata Direktur untuk Asia, Komisi Eropa, James Moran, dalam pembukaan seminar bertema "UE-Indonesia: Expanding Roles in A Globalised World" di Jakarta Selasa.

Menurut dia, kini saat yang tepat untuk menempatkan hubungan keduanya dengan ladasan yang segar .

Moran mengatakan Indonesia telah berhasil melalui tahap transisi menuju negara demokrasi dan memiliki peran berpengaruh dalam pembentukan opini di tingkat regional dan dunia, termasuk ASEAN dan G20.

UE, yang beranggota 27 negara di kawasan Eropa, juga melakukan perubahan-perubahan berdasarkan Traktat Lisabon baik dalam tata kerja internal organisasi maupun struktur kebijakan luar negeri, katanya.

Sehubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, pihak-pihak Indonesia dan UE menandatangani Perjanjian Kerja Sama dan Kemitraan (PCA) di Jakarta pada Senin.

Dalam perjanjian tersebut, keduanya bertekad untuk mengintensifkan kerja sama di berbagai bidang seperti perdagangan dan ekonomi, lingkungan hidup, kontra terorisme, senjata pemusnah massal, energi, ilmu pengetahuan dan teknologi, tata pemerintahan yang baik, perang terhadap kejahatan terorganisasi.

PCA akan memuluskan jalan bagi pembentukan struktur permanen, termasuk komisi bersama dan kelompok kerja.

Nilai perdagangan UE dan Indonesia pada tahun 2007 mencapai 20 miliar euro. Berdasarkan komitmen yang dibuat keduanya, UE juga memberikan bantuan untuk pendidikan, perdagangan, investasi, penegakan hukum dan selama periode 2007-2013.

"Kami berharap hubungan keduanya semakin intensif sehingga rintangan-rintangan dapat teratasi dan usaha-usaha bersama untuk mengurangi kemiskinan sesuai dengan `Millenium Development Goals` dapat dicapai," kata Moran.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Internasional dan Strategis (CSIS) Dr. Rizal Sukma menyampaikan makalahnya tentang tantangan dan peluang Indonesia dan UE untuk kerjasama multilateral di Asia.

Rizal mengatakan Indonesia dan UE yang menjalin kerja sama dalam kerangka bilateral, regional dan multilateral memiliki banyak kesamaan nilai, dan tak ada rintangan bagi keduanya untuk meningkatkan kerja sama yang lebih erat.

"Tantangannya adalah bagaimana Indonesia dan Uni Eropa dapat bekerja sama untuk memperkuat pelibatan di tingkat multilateral dan regional di Asia Timur sebagai kerangka bagi kerja sama keduanya," ujarnya.

Rizal memberi contoh usaha-usaha bersama keduanya membawa demokrasi ke Myanmar yang diperintah oleh junta militer.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009