Jakarta (ANTARA News) - Manajer Tata Kelola Ekonomi Tranparency Internasional Indonesia (TII), Frenky Simanjuntak mengatakan, pemerintah perlu menyempurnakan regulasi keuangan politik agar pendanaan politik dapat lebih transparan.

"Penyempurnaan tersebut dapat dilakukan dengan merevisi Undang-Undang yang mengatur partai politik dan pemilu," katanya dalam acara "Laporan Penelitian Transparansi Dana Politik CRINIS" di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu.

Frenky mengatakan, regulasi pendanaan politik sudah cukup baik, tetapi masih sangat banyak kekurangan dalam aspek sanksi, standar pelaporan, kewajiban melaporkan dan pengawasan masyarakat sipil.

"Regulasi masih sangat lemah, karena tidak secara spesifik menjelaskan laporan seperti apa yang harus diberikan, hanya menyatakan harus memberikan laporan kepada publik," ujarnya.

Ia juga menilai, partai politik masih sangat tertutup dalam hal pelaporan keuangan. Hal tersebut mengindikasikan banyak kemungkinan terjadinya pelanggaran.

"Tidak ada satupun (partai politik) yang menampilkan transparansi dana politik, sehingga terkesan keuangan parpol lebih bersifat untuk memenuhi kriteria kelengkapan pemilu," jelasnya.

Karena itu, lanjutnya, TII tengah mengembangkan sebuah metode penelitian yang mencoba mengukur tingkat transparansi keuangan politik di suatu negara.

Frenky mengatakan, metode tersebut diberi nama CRINIS, metode yang pertama kali dikembangkan di Amerika Latin.

Tujuannya adalah, lanjutnya, mengukur kekuatan dan kelemahan dari sistem pendanaan partai politik dan mendorong proses reformasi tata kelola pendanaan politik menuju tingkat transparansi yang lebih maksimal.

Menurut dia, metode pengukuran CRINIS tersebut membandingkan antara regulasi yang ada di dalam negara (Undang-Undang) dengan praktek yang terjadi di lapangan.

"Hasilnya, sistem pendanaan politik di Indonesia masih sangat kurang transparan," ungkapnya.

Sehingga, tambahnya, pemerintah juga perlu menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran hukum berkaitan pendanaan politik.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009