Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menyebutkan responden yang menginginkan persoalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri perlu dilanjutkan melalui jalur hukum55,85 persen.

Direktur Eksekutif Puskaptis Husin Yazid di Jakarta, Rabu, mengatakan, hasil survei itu juga terungkap bahwa responden yang minta kasus dua pimpinan KPK non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah untuk dihentikan hanya 40,40 persen responden.

Survei Puskaptis itu dilakukan 14-17 November 2009 menggunakan sample 1.250 responden di 33 provinsi, menggunakan teknik multistake random, dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat kesalahan 2 persen.

Menurut Husin, responden menginginkan persoalan hukum dilanjutkan melalui hukum karena beberapa alasan seperti ingin menegakkan supremasi hukum, dan memposisikan lembaga hukum sesuai fungsinya.

Pada survei itu juga sebanyak 69,20% responden mengaku masih membutuhkan Polri.

Husin menyatakan, tingginya prosentasi masyarakat menunjukkan kalau publik tidak terpengaruh dengan konflik yang terjadi. "Itu bisa dilihat dari prosentase yang menganggap Polri biasa saja dimana angkanya hanya 27,20 persen dan tidak menjawab 3,60 persen," ujarnya.

Husin mengatakan, responden ingin kasus yang melibatkan Polri dan KPK harus dihentikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

"Disamping tidak memiliki bukti kuat terutama pada kasus Bibit dan Chandra, publik menginkan tidak melebarnya konflik antar lembaga hukum," katanya.

Pada survei itu juga menyebutkan 82,40 persen responden merasa puas dengan rangkaian kinerja Polri dalam pemberantasan terorisme, sedangkan yang tidak merasa puas hanya 16,24 responden.

Sementara, prosentase tingkat kepuasan untuk pemberantasan korupsi hanya 27,44 persen, angka yang tidak puas 68,98 persen.

Lalu tingkat kepuasan dalam pemberantasan narkoba dan kriminalitas masing-masing 65,20 persen dan 62,80 persen, sedang angka ketidakpuasan masing-masing 33,92 persen dan 36,48 persen.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009