Jakarta (ANTARA News) - Wakil KetuaNahdlatul Ulama (NU) Masykuri Abdillah menyebut bahwa ketidakadilan penyelesaian konflik Palestina-Israel yang didukung oleh sejumlah negara sebagai salah satu akar terorisme.

Hal itu dikemukakan Masykuri dalam penjelasan yang bertajuk "Upaya-Upaya untuk Mengatasi Kondisi Kondusif untuk Menyebarkan Terorisme menurut Pengalaman dan Perspektif NU" pada Lokakarya Internasional "Raising Awareness of UN Global Terrorism Strategy among Civil Society in Southeast Asia" di Jakarta, Rabu.

Ia menyebutkan ada tiga akar dari terorisme yaitu kurangnya penegakan hukum serta kebijakan pemerintah yang diskriminatif terhadap beberapa negara tertentu, keberadaan ideologi radikal baik sekuler atau relijius, dan ketidakadilan penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Ketidakadilan penyelesaian konflik Palestina-Israel adalah salah satu kondisi kondusif dari pandangan internasional, katanya.

"Dalam kasus-kasus tertentu, kelompok-kelompok Islam di Timur Tengah menyebarkan ideologi radikal mereka ke kawasan lain atas nama solidaritas pada Palestina," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, potensi lain yang memicu terorisme adalah perang di Afghanistan dan Irak serta hegemoni sejumlah negara tertentu di bidang politik, keamanan dan ekonomi.

Oleh karena itu, lanjut dia, menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat, untuk mencegah hal-hal tersebut memicu terorisme di kawasan.

Menurut dia, upaya kontra terorisme dapat juga dilakukan melalui pendekatan kebudayaan oleh organisasi masyarakat terutama dalam melawan berkembangnya ideologi radikal termasuk yang berdasar agama.

Sementara itu, pemerintah dapat melakukan pendekatan dengan memperkenalkan sistem dan kebijakan politik yang mendukung hak asasi manusia, demokrasi dan hukum.

"Juga dengan memperkuat penegakan hukum terhadap terorisme dan kekerasan radikal," ujarnya.

NU, lanjut dia, sebagai bagian dari masyarakat berulang kali telah menjelaskan tentang konsep jihad yang sesungguhnya. "Aksi kekerasan dan terorisme sudah jelas melawan hukum dan ajaran Islam dan bahkan mencederai Islam dan nilai-nilai kemanusiaan," katanya.

Lokakarya yang diselenggarakan oleh PBNU itu dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa terorisme adalah ancaman nyata terhadap perdamaian dan keamanan global namun langkah-langkah penanganan terorisme di Asia Tenggara sejak 2001 justru malah menimbulkan dampak negatif, antara lain pelanggaran HAM dan standar praktik penegakan hukum.

Sementara itu pada September 2006, Majelis Umum PBB menyepakati Strategi Global yang memberikan garis besar pendekatan menyeluruh pencegahan penyebaran terorisme.

Strategi Global PBB itu memperluas wacana tentang kontra-terorisme yang meliputi empat pilar yaitu pertama, tindakan-tindakan untuk mengatasi kondisi yang kondusif terhadap menyebarnya terorisme.

Kedua, pendekatan untuk mencegah dan memerangi terorisme dan ketiga adalah pembagunan kapasitas. Sedangkan keempat, menjamin penegakan hak-hak asasi manusia dan jaminan hukum yang adil.

Pada kesempatan itu mewakili pemerintah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyampaikan kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia untuk mencegah terorisme.

Indonesia di dunia internasional di kenal sebagai salah satu negara yang mendorong penyelesaian konflik Palestina dan Israel serta menghimbau penghentian ketidakadilan di Timur Tengah karena hanya akan menyulut munculnya terorisme global. Suara Indonesia itu telah disampaikan dalam berbagai forum internasional antara lain PBB, ASEAN, OKI dan APEC.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009