Den Haag (ANTARA News) - Beberapa mahasiswa di Belanda menganggap bahwa kunjungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Indonesia bersama dengan staf Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikjen Dikti) ke negeri kincir angin ini, dinilai tidak tepat sasaran.

Menurut mantan Ketua PPI Kota Den Haag, Henky Widjaja di Den Haag, Minggu, hasil studi banding yang dilaksanakan sebanyak 30 mahasiswa dan pendamping dari Dikti tersebut, tidak sebanding dengan penggunaan dana negara yang mereka manfaatkan.

Selama studi banding, mereka melakukan pertemuan dengan beberapa mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda, bertukar pikiran, mengunjungi beberapa universitas, seperti Wageningen University and Research Centre, Radboud University, Nijmengen, University of Twente, dan University of Groningen.

"Kalau hanya ingin mengetahui kondisi pendidikan di luar negeri, saya pikir, mengikuti Holland Education Fair yang diselenggarakan di Indonnesia, sudah lebih dari cukup," jelas mahasiswa International Institute of Social Studies (ISS) Den Haag ini, seraya mengkritisi ketidak efektifan kunjungan BEM selama seminggu ke negeri Ratu Beatrix tersebut.

Menurut dia, dana kunjungan sejumlah aktivis BEM tersebut, bisa dialokasikan untuk pengadaan beasiswa pendidikan ke luar negeri bagi mahasiswa Indonesia yang memiliki kemampuan daripada dimanfaatkan untuk program studi banding yang hasilnya kurang jelas dan tidak banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa Indonesia.

"Jika pemerintah mengalokasikan Rp2 miliar per tahun untuk studi banding BEM, maka dana sebanyak itu, bisa dimanfaatkan sekitar empat hingga enam mahasiswa Indonesia bersekolah di luar negeri, seperti Belanda, dengan perhitungan biaya kuliah master 12000-15000 euro pertahun, ditambah biaya hidup 12000 euro," jelasnya.

Angka ini, dinilai Henky, bisa menjadi lebih besar jika Dikti menjalin kerjasama dengan universitas tersebut atau mengirimkan mahasiswa Indonesia ke negara yang biaya kuliahnya gratis. "Bukankah itu akan lebih efektif untuk membantu pengembangan kapasitas SDM cendekia muda kita?" tegasnya.

Sejumlah mahasiswa di Belanda, mengaku khawatir bila kunjungan BEM ini, akan kembali terulang pada tahun-tahun berikutnya dan menjadi rutinitas, yang berujung pada penghamburan anggaran.

"Ini sangat ironis dengan kondisi perkualiahan di Indonesia yang sudah mengap-mengap akibat keterbatasan anggaran, baik disisi pemerintah maupun mahasiswa," jelas Henky.

Dalam pernyataan sikapnya, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda, bahkan meminta kepada BEM se Indonesia dan Dikti untuk mengkaji ulang program studi banding tersebut karena dinilai hanya merupakan bagian pemborosan anggaran negara.

PPI Belanda sendiri, mengusulkan agar anggaran untuk studi banding tersebut, bisa dialihkan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti membangun kembali sekolah-sekolah yang hancur terkena gempa, atau meningkatkan kompetensi guru, terutama yang berada di daerah terpencil.

Selama seminggu (9 - 15 November 2009), kegiatan studi banding yang dilakukan sekitar 30 aktivis BEM dan Dikti ini, berupa dialog dan diskusi terkait masalah pendidikan dengan mahasiswa di Belanda, khususnya yang tergabung dalam Wageningen Student Organization (WSO/organisasi mahasiswa Wageningen).

Berdasarkan laporan salah seorang aktivis BEM yang turut serta dalam rombongan tersebut, Herda Bolly, dia berharap, hasil studi banding ini, bisa memberikan gambaran positif tentang kehidupan mahasiswa di luar negeri yang mungkin dapat diesktrak dan diaplikasikan di kancah kemahasiswaan Indonesia.

Sementara itu, berdasarkan hasil pertemuan dengan PPI Den Haag, para aktivis BEM ini mengakui bahwa mahasiswa di Indonesia lebih maju dibandingkan dengan mahasiswa di Belanda. Sebab, mahasiswa di Belanda, hanya fokus pada masalah pendidikan, sementara di Indonesia, mahasiswanya sudah memikirkan masalah politik, kemiskinan dan masalah sosial yang dihadapi masyarakat saat ini.

BEM ini juga berharap agar studi banding yang akan dilakukan dimasa mendatang, bisa menginap di penginapan mahasiswa Indonesia di Belanda agar proses komunikasi dapat berjalan lancar, bertukar pikiran dan menghemat biaya negara.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009