Palembang (ANTARA News) - Para wartawan/jurnalis media cetak, elektronik, online, dan kantor berita di Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel), Senin, sepakat bersama-sama bergerak turun ke jalan beraksi untuk menolak tindakan kriminalisasi pers.

Menurut Retno Palupi dari Harian Seputar Indonesia, aksi bersama Solidaritas Wartawan Palembang Tolak Kriminalisasi Pers itu, siap digelar sekitar pkl. 08:00 WIB berkumpul dari halte IAIN Raden Fatah Palembang untuk melakukan aksi longmarch menyusuri jalan utama Kota Palembang menuju Markas Polda (Mapolda) Sumsel.

Aksi damai ini, lanjut dia, untuk menunjukkan sikap kebersamaan para jurnalis di Sumsel menolak upaya Mabes POLRI memanggil para wartawan dalam kaitan kasus KPK versus POLRI dan Kejagung atau konflik antara "Cicak dengan Buaya".

"Kami menolak pers dan wartawan dilibatkan dalam kasus itu, karena merupakan kriminalisasi pers yang dapat mengusik kebebasan pers yang saat ini berlangsung," kata Retno pula.

Sejumlah jurnalis dari berbagai organisasi pers di Sumsel, seperti AJI Palembang, PWI Sumsel, IJTI dan Perwami serta yang lainnya telah menyatakan siap turun ke jalan menolak kriminalisasi pers itu.

"Kami semua sepakat menolak kriminalisasi pers, dan akan terus menentang serta melawan setiap upaya pihak manapun yang bertujuan mengusik kebebasan pers," kata dia lagi.

Dalam aksi damai itu, sejumlah wartawan juga siap menyampaikan orasi dan aspirasi mereka, untuk menunjukkan bahwa pers dan jurnalis di Sumsel dan negeri ini harus tetap kompak dan bersatu menentang kriminalisasi pers.

"Kebebasan pers harus dilindungi dan dibela bersama kalau ada yang akan mengusiknya," demikian Retno.

Sebelumnya, sejumlah LSM di Sumsel, di antaranya Yayasan Puspa, LP3HAM, WALHI Sumsel, dan beberapa NGO lainnya juga telah menyampaikan sikap bersama menolak pemanggilan wartawan oleh polisi dalam kasus KPK VS POLRI dan Kejagung itu.

LSM di Sumsel menilai, tindakan Mabes POLRI itu mengada-ada dan merupakan kriminalisasi pers yang tidak dapat dibiarkan, karena akan mengusik kebebasan pers serta mengganggu upaya konsolidasi demokrasi di negeri ini.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009