jika Joe Biden menang, maka resistensi AS terhadap Turki tidak akan segarang ketika negara itu di bawah Donald Trump.
Jakarta (ANTARA) - Usai mengalihkan status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid pada awal bulan Juli, Turki dianggap berada pada posisi yang cukup menguntungkan dalam konteks politik internasional, demikian pandangan pengamat dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam.

Menurut Ahmad Khoirul Umam, dalam seminar virtual terkait Hagia Sophia dan relasi internasional yang digelar pada Rabu, Turki diuntungkan oleh beberapa fenomena, termasuk krisis COVID-19 dan pemilu AS.

"Turki sekarang mencoba menggunakan prinsip non-interference di dalam kerja-kerja diplomasi untuk mengamankan kepentingan nasional dari intervensi negara maupun organisasi multilateral," ujar Umam--begitu pakar politik internasional tersebut biasa disapa.

Baca juga: Yunani sebut Turki bersikap picik atas Hagia Sophia
Baca juga: Pengamat: Hagia Sophia jadi masjid tunjukkan eksistensi Erdogan


Tak lama setelah Presiden Turki Tayyip Erdogan mengumumkan peralihan status Hagia Sophia, Yunani--dengan latar belakang masyarakat Kristen Ortodoks--bereaksi keras dan menyebutnya sebagai tindakan "tak perlu dan picik".

"Dengan langkah mundur ini, Turki memilih untuk memutuskan hubungan dengan dunia Barat dan nilai-nilainya," kata Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis, dikutip dari laporan Reuters.

Namun Umam melihat bahwa kemarahan Yunani akan lebih efektif jika didorong oleh kekuatan-kekuatan internasional, seperti Uni Eropa dan AS. Sementara kedua pihak itu tengah berada dalam kondisi yang, seperti ia sebut sebelumnya, menguntungkan Turki.

"Saya belum melihat resistensi yang sekuat Yunani. Turki diuntungkan atas situasi negara-negara besar Uni Eropa yang saat ini sibuk dengan penanganan pandemi COVID-19. Prancis dan Jerman, misalnya, mengalami resesi," kata dia.

Sementara sikap politik AS, yang tengah bersiap dengan pemilihan presiden, terhadap Turki bisa berubah dari kecenderungan saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, jika petahana tidak terpilih lagi.

Dalam analisis Umam, Joe Biden sebagai kandidat presiden penantang petahana justru sangat sensitif dan berupaya mendapatkan suara dari para pemilih Muslim sehingga, "jika Joe Biden menang, maka resistensi AS terhadap Turki tidak akan segarang ketika negara itu di bawah Donald Trump."

Baca juga: Ribuan orang berkumpul di Hagia Sophia untuk shalat Jumat perdana
Baca juga: Politisi Malaysia: Negara Islamofobia jangan protes Hagia Sophia

Pewarta: Suwanti
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020