Kediri (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Riyanto menilai hukum di Indonesia masih sangat lemah namun jika semua unsur baik pimpinan maupun masyarakat sendiri terbuka, dan menghormati hukum, bukan tidak mungkin hukum di Indonesia bisa ditegakkan

Hukum di Indonesia mustahil bisa ditegakkan jika masih terdapat orang-orang yang bermain dengan hukum. Seharusnya, semua unsur, termasuk pimpinan maupun masyarakat umum lainnya mampu untuk menegakkan hukum, katanya saat berkunjung di Kediri, Jawa Timur, Kamis malam.

Penilaian tersebut ia buktikan dengan masih banyaknya orang yang main-main dengan hukum. Bahkan, ia mengindikasikan, hukum akan sulit ditegakkan jika para koruptor tidak diberangus hingga akar-akarnya.

Ia juga menyebutkan, terdapat lima hal yang dapat melibatkan seseorang menjadi korupsi, di antaranya lemahnya sistem sehingga membuat peluang untuk korupsi, kedua, moral pejabat, ketiga penghasilan, keempat pengawasan, dan kelima ketaatan pada aturan.

"Saat ini, kelima hal tersebut masih belum maksimal, sehingga membuka peluang untuk korupsi," kata pria kelahiran 3 November 1945 ini.

Dengan masih lemahnya hukum di Indonesia, pihaknya memprediksi akan sulit untuk penegakan hukum. Namun, ia mengatakan jika semua unsur baik pimpinan maupun masyarakat sendiri terbuka, dan menghormati hukum, bukan tidak mungkin hukum di Indonesia bisa ditegakkan.

Bibit lahir di Kediri, pada 3 November 1945, dari pasangan Samad dan Nyonya Tukul. Mulai dari lahir hingga SMA ia tinggal di Kediri, tepatnya Jalan Suparjan Nomor 15 a, Kelurahan Sukorame, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.

Ia mengatakan kedatanganya ke Kediri untuk istirahat dan melepas rindu kepada keluarga serta berkunjung ke makam orang tuanya, yang tak jauh dari lokasi rumah.

Rencananya, Bibit tinggal di Kediri selama tiga hari, dan setelah itu melanjutkan perjalanannya ke rumah saudaranya di Sragen, Jawa Tengah.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009