Untuk mengurangi risiko krisis tersebut, menurut Wardiyatmo, sudah seharusnya Depbudpar memiliki SOP (Standard Operating Procedure) dalam menanggulangi krisis pariwisata. "Pengalaman ketika terjadi Bom Bali I pada Oktober 2002, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia langsung merosot tajam. Untuk memulihkan atau recovery membutuhkan waktu lama sekitar 2 tahun serta tenaga dan biaya untuk ini cukup besar, "kata Sekjen Wardiyatmo ketika memberikan pengarahan dalam seminar SOP Pusat Manajemen Komunikasi Krisis di Hotel Mellenium Sirih Jakarta, Rabu (2/12).
Seminar yang dihadiri kalangan praktisi dan akademisi di antaranya Prof. DR Alwi Dahlan Guru Besar Ilmu Komunikasi UI, serta pejabat instansi terkait tersebut merupakan rangkaian dalam menghimpun masukan untuk penyempurnaan penyusunan draf SOP Komunikasi Krisis Budpar.
Menurut Alwi Dahlan, SOP penanganan krisis bidang kebudayaan dan pariwisata hendaknya dibuat secara ditail sehingga mudah untuk dilaksanakan di lapangan. "SOP yang ditail pada prakteknya akan lebih mudah dilaksanakan di lapangan, termasuk proses komunikasi untuk pemulihan citra pariwisata saat terjadi krisis," kata Alwi Dahlan.
Sementara itu dalam laporannya Kepala Pusat Informasi dan Humas Depbudpar Surya Dharma menyatakan, SOP Pusat Manajemen Komunikasi Krisis Kebudayaan dan Pariwisata mengacu pada SOP yang digunakan oleh instansi terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Depkes ketika menghadapi krisis bencana alam seperti gempa di Sumbar baru-baru ini maupun ketika terjadi wabah penyakit menular flu burung dan flu babi (H1NI) dengan penekanan pada pemulihan pencitraan kepariwisataan nasional di dalam dan luar negeri.
Untuk keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi Surya Dharma, Kepala Pusat Penerangan dan Humas, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009