PBB (ANTARA News/Reuters) - Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memperingatkan Iran, Kamis, negara itu akan menghadapi sanksi-sanksi lebih lanjut jika terus membangkang tuntutan internasional agar menghentikan program nuklirnya.

"Jika mereka terus menolak langkah-langkah pembangunan kepercayaan, menolak dialog, transparansi... kami harus menarik segala kesimpulan penting dan itu berarti kami harus melangkah ke sebuah resolusi baru yang mencakup sanksi-sanksi," kata Duta Besar Perancis untuk PBB Gerard Araud pada pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Iran.

"Tidak ada alasan lagi untuk menunggu," katanya.

Utusan Perancis itu kemudian mengatakan kepada wartawan, Paris siap mulai merancang sebuah resolusi segera.

"Kami menyampaikan seruan terakhir kepada Republik Islam Iran untuk menanggapi tawaran negosiasi kami," kata Araud. "Jika Iran tidak melakukannya dalam waktu dekat, Perancis akan mengusulkan resolusi baru mengenai sanksi."

AS mengulangi sikapnya bahwa Teheran bisa menghadapi sanksi-sanksi baru namun tidak menyinggung-nyinggung kapan pekerjaan mengenai resolusi sanksi keempat itu akan mulai dilakukan.

"Jika Iran terus tidak memenuhi kewajibannya, maka masyarakat internasional harus mempertimbangkan tindakan-tindakan lebih lanjut," kata Duta Besar AS Susan Rice pada pertemuan itu.

Sejumlah diplomat telah menyatakan bahwa para pejabat dari AS, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan China mungkin betemu pekan depan untuk membahas masalah Iran, yang dituduh sedang berusaha membuat senjata nuklir.

Duta Besar Inggris Mark Lyall Grant mengatakan kepada wartawan, keenam negara besar itu akan mendasari keputusan apakah mendorong sanksi baru pada penilaian mengenai program nuklir Iran dan tanggapannya atas tawaran mereka bagi insentif politik dan ekonomi sebagai imbalan atas penghentian program pengayaan uranium negara tersebut.

Lyall Grant mengatakan, ia memperkirakan penilaian itu akan dilakukan pada akhir tahun dan keputusan mengenai tindak-lanjutnya diambil awal tahun depan.

Ketegangan menyangkut program nuklir Iran memuncak dalam beberapa pekan ini setelah mereka menolak perjanjian nuklir yang ditengahi badan atom PBB dan juga mengumumkan rencana untuk membangun 10 pabrik pengayaan uranium baru.

Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) sejauh ini menengahi sebuah rencana dimana Iran akan mengirim uranium yang diperkaya dalam tingkat rendah ke Rusia dan Perancis, namun Teheran telah menolak usulan tersebut.

Berdasarkan prakarsa itu, Iran diberi pilihan mengirim sekitar 75 persen uraniumnya yang diperkaya dalam tingkat rendah ke luar negeri untuk diubah menjadi lempeng bahan bakar bagi keperluan reaktor Teheran yang membuat isotop untuk perawatan kanker.

Ketika ditanya apakah penolakan Iran itu akan mengarah pada penerapan sanksi-sanksi baru, satu sumber yang mengetahui perundingan tersebut mengatakan bahwa ada pembahasan umum mengenai sanksi namun belum ada hal terinci yang mulai dibicarakan.

Negara-negara besar dunia ingin mengurangi cadangan uranium Iran itu hingga di bawah tingkat yang diperlukan untuk membuat sebuah bom atom -- jika uranium itu diperkaya dalam tingkat tinggi.

Israel dan sejumlah negara Barat menuduh Iran menggunakan program nuklirnya sebagai selubung untuk membuat senjata atom, namun Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk kepentingan sipil damai.

Iran hari Rabu bahkan mengancam akan menyerang instalasi-instalasi Israel yang membuat bom-bom keji dan senjata nuklir jika mereka diserang oleh negara Yahudi tersebut.

"Tanggapan pertama kami adalah menyerang tempat-tempat dimana mereka membuat (senjata) kimia (atau) kuman, bom keji dan senjata nuklir," kata Menteri Pertahanan Ahmad Vahidi kepada wartawan selama kunjungan ke Suriah, seperti dilaporkan kantor berita Iran Fars.

Israel, satu-satunya negara Timur Tengah yang memiliki senjata nuklir namun tidak diumumkan, tidak pernah mengesampingkan serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran untuk mencegah Teheran membuat senjata atom.

Iran berulang kali melakukan latihan perang dan memamerkan senjata baru untuk menunjukkan kesiapannya membalas aksi militer terhadap fasilitas nuklirnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009