Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Sabtu, mengeluarkan pernyataan bersama yang salah satu isinya mengajak pemerintah dan seluruh elemen bangsa lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan politik sesaat.

Pernyataan bersama yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin itu dikeluarkan menyambut tahun baru Islam 1431 Hijriah.

Dalam pernyataan bersama yang dibacakan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Rozak Saleh itu, NU dan Muhammadiyah menyatakan, adanya banyak permasalahan bangsa, terutama terkait dengan supremasi hukum, yang sulit terpecahkan dikarenakan tendensi kepentingan pribadi dan kelompok yang sangat besar.

"Kenyataan ini mengakibatkan berbagai problema bangsa seakan tidak dapat diselesaikan secara mudah," kata Rozak dalam pertemuan antara jajaran PBNU dan PP Muhammadiyah yang dihadiri Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin bersama sejumlah pengurus teras masing-masing ormas tersebut.

Kedua ormas itu berkeyakinan jika tendensi tersebut relatif kecil, tidak mungkin probema kebangsaan ini tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dalam 100 hari pertama, pemerintah harus membangun kemauan politik untuk membangun pemerintahan yang baik dan bersih, serta memberikan keteladanan bagi rakyat.

"Seluruh potensi, energi, dan komitmen harus diarahkan untuk sebesar-besarnya ikhtiar membangun Indonesia menjadi negara yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat sebagaimana cita-cita kemerdekaan," kata Rozak.

Pada kesempatan itu NU dan Muhammadiyah juga sepakat untuk kembali aktif mendorong terwujudnya gerakan nasional antikorupsi seperti yang pernah mereka lakukan yang direspon pemerintah dan DPR dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Hasyim, sebenarnya pembentukan KPK agak meleset dari target gerakan nasional antikorupsi yang digagas NU-Muhammadiyah. Saat itu mereka membayangkan gerakan nasional akan dipimpin langsung oleh presiden dengan strategi dan langkah yang komprehensif.

"Korupsi di Indonesia terlalu besar untuk dihadapi sebuah komisi, harus melalui gerakan nasional yang dipimpin langsung oleh presiden. Saat ini yang terjadi baru sebatas menangkap koruptor, namun belum memberantas korupsi," katanya.

Hasyim usul adanya "gerakan hidup halal" yang menurutnya memiliki cakupan lebih luas mengingat istilah korupsi saat ini dibatasi hanya pada tindakan yang merugikan keuangan negara.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009