Surabaya (ANTARA News) - Organisasi Buruh Internasional "International Labour Organization/ILO" menilai praktik pengiriman buruh migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak sehat seiring banyaknya kasus eksploitasi terhadap mereka di luar negeri.

"Project Coordinator ILO" wilayah Jawa Timur, Noer Muhammad, menjelaskan, hal tersebut sesuai laporannya terkait kerja paksa sampai saat ini.

"Sementara, tidak sehatnya perekrutan TKI dipandang dari banyaknya Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)," ujarnya, saat dihubungi ANTARA, di Surabaya, Selasa.

Ia menyebutkan, kini tercatat sekitar 70 PPTKIS. Secara total, keseluruhan cabang mereka mencapai 100 cabang dan sekitar 3.000 petugas yang melakukan perekrutan selama ini.

"Jumlah tersebut belum termasuk para calo," katanya.

Ia mengatakan, dengan jumlah itu otomatis terjadi kompetisi tidak adil yang mengakibatkan biaya berlebihan.

"Akhirnya, biaya tersebut dibebankan kepada para TKI," katanya.

Di samping itu, sorotan selanjutnya terlihat dari tingginya biaya perekrutan dan penerapan hutang yang menjerat para TKI. Biasanya, biaya perekrutan dijadikan hutang.

"Hutang itu harus dikembalikan dengan memotong upah mereka selama 6 bulan. Tak jarang, ada yang 12 bulan. Umumnya, praktik eksploitasi tersebut sering dilakukan perekrut TKI di tempat penampungan," katanya.

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ABMI), Muhammad Kholili, menambahkan, kurangnya informasi tentang migrasi yang benar dan aman menjadi pemicu terjadinya eksploitasi para TKI.

"Bahkan, dikarenakan sistem pengawasan terhadap praktik perekrutan yang terlalu lemah sehingga banyak praktik perekrutan tidak sah," katanya.

Kondisi tersebut, kata dia, mengakibatkan pengiriman para TKI ke negara tetangga banyak yang tanpa dokumen resmi dan memaksa mereka menyandang predikat TKI ilegal.

"Lalu, saat mereka mendapatkan masalah pemerintah terkesan angkat tangan dengan alasan mereka TKI ilegal," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009