Jakarta (ANTARA) - Para nasabah meminta PT Minna Padi Aset Manajemen untuk segera melakukan pembayaran dana hasil likuidasi yang tertunda sesuai dengan nilai aktiva bersih saat pembubaran.

Dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Sabtu, para nasabah melihat jelas adanya indikasi bahwa Minna Padi terus mempermainkan Peraturan OJK yang berlaku.

Oleh karena itu, pada Jumat (14/8/2020), para nasabah melayangkan surat pernyataan terbuka yang ditujukan kepada Ketua & Wakil Ketua Komisi XI DPRI RI, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Direktur PT Minna Padi Asset Management, Direktur Bank Kustodian Bank Mandiri dan Bank Central Asia.

Surat nasabah tersebut juga merupakan sanggahan dari surat Minna Padi tertanggal 13 Agustus 2020 yang mengabarkan OJK memberikan respons positif bahwa pembagian tahap II dapat dilaksanakan sepanjang para pihak mencapai kata sepakat.

Inti dari surat tersebut adalah meminta Minna Padi tunduk dan taat pada peraturan OJK dan undang-undang yang berlaku dan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan konsumen.

Para nasabah korban Minna Padi juga berpendapat bahwa OJK tidak bertindak secara maksimal melindungi konsumen sehingga Minna Padi dapat mengulur waktu pembayaran sekian lama dan tidak sesuai dengan peraturan OJK sendiri.

Indikasi yang ditengarai para nasabah bahwa Minna Padi mempermainkan peraturan OJK tersebut dapat dilihat dari kronologi berikut.

Pertama, ketika OJK membubarkan enam reksa dana Minna Padi (MP), sudah tertulis jelas dasar peraturan yang dipakai yaitu POJK NO.23/POJK.04/2016 Pasal 45c dimana pembayaran kepada para nasabah harusnya dilaksanakan sesuai Pasal 47b, yaitu memakai nilai aktiva bersih (NAB) saat pembubaran. Juga tertulis jelas jangka waktu pembayarannya.

Akan tetapi, Minna Padi dinilai berulah dan meminta perpanjangan pembayaran dan dibagi dua tahap yaitu 11 Maret dan 18 Mei 2020. Pembayaran 11 Maret 2020 sekitar 20 persen sudah dilakukan tapi untuk sisa sekitar 80 persen yang harus diselesaikan pada 18 Mei 2020, Minna Padi berulah kembali.

Kemudian, dalam surat terbuka pada 15 Mei 2020 Minna Padi mengatakan meminta izin ke OJK untuk membayar "dengan batas kemmpuan financial yang dimiliki" yang kemudian ditolak oleh OJK.

Dalam surat ke nasabah pada 5 Juni 2020 Minna Padi mengatakan permintaannya ditolak OJK dan Minna Padi mengirimkan surat lagi ke OJK pada 27 Mei 2020.

Lalu, dalam surat terbuka 22 Juni 2020 Minna Padi mengabarkan bahwa surat mereka pada 27 Mei 2020 belum dijawab dan kembali Minna Padi menyurati OJK pada 11 Juni 2020 memohon persetujuan untuk pelaksanaan lelang terbuka sisa saham.

Pada 5 Agustus 2020, Pemegang Saham Minna Padi Edy Suwarno dan Komisaris Minna Padi Eveline Listijosoputra mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diri sendiri ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada 10 Agustus 2020, permohonan PKPU Edy S dan Eveline telah dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat.

Kemudian, pada 13 Agustus 2020, Minna Padi mengeluarkan surat ke nasabah yang mengabarkan OJK memberikan respons positif bahwa pembagian tahap II dapat dilaksanakan sepanjang para pihak mencapai kata sepakat.

Baca juga: Cari solusi, nasabah Minna Padi datangi Komisi XI DPR
Baca juga: Minna Padi minta persetujuan OJK lelang terbuka sisa saham likuidasi

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020