Tulungagung (ANTARA News) - Perwakilan Organisasi Buruh Internasional (ILO) Jawa Timur, menilai para tenaga kerja Indonesia (TKI) masih kesulitan mengajukan klaim kepada konsorsium asuransi, sehingga hak mereka terabaikan.

"Hingga kini para TKI masih kesulitan mendapatkan haknya, seperti klaim asuransi karena prosesnya yang berbelit," kata Koordinator Program ILO Jawa Timur, Mohammad Nour usai kegiatan pendampingan TKI di Tulungagung, Minggu.

Ia mengatakan, sebenarnya perwakilan dari masing-masing perusahaan asuransi kepada TKI tersebut sudah tersedia di daerah. Sayangnya, ketika keluarga maupun TKI bersangkutan hendak mengurus masalah asuransi, seakan dipersulit oleh konsorsium.

"Sebenarnya ada perwakilan di masing-masing daerah. Namun ketika klaim diurus, mereka kesulitan memperoleh haknya," ujarnya.

Pihaknya juga menilai, pengawasan pemerintah kepada para TKI juga masih lemah. Bahkan, banyak TKI yang justru tidak mengetahui jika mereka mempunyai asuransi.

Padahal, kata dia, setiap TKI yang berangkat formal diharuskan membayar asuransi hingga tiga tahap yaitu sebelum pemberangkatan, ketika bekerja dan kembali dari bekerja dengan nilai sekitar Rp400 ribu per orang.

"Asuransi tidak secara luas disosialisasikan. Padahal, itu merupakan hak bagi TKI," katanya menyesalkan.

Ia menyebut, setiap tahun jumlah TKI dari Jawa Timur yang berangkat ke luar negeri mencapai 50 ribu orang. Dari jumlah tersebut, 11 ribu di antaranya terlibat kasus, bahkan yang berakhir pada kematian.

Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah lebih aktif dan berupaya dengan tegas untuk memotong jalur informasi pekerjaan yang hingga saat ini masih didominasi oleh calo.

Pihaknya yakin para TKI akan dapat bekerja lebih maksimal, dan mereka mendapatkan hak-haknya, termasuk asuransi.

Siti Mukarromah (36), salah seorang TKI dari Desa Pojok, Kecamatan Ngantru, Tulungagung, mengaku tidak pernah ada sosialisasi tentang asuransi, baik dari pemerintah maupun PJTKI sendiri. Bahkan, ia mengaku, tidak pernah mendapat uang asuransi selama ia bekerja di luar negeri.

"Saya pernah secara sepihak dijemput oleh agen. Saya tidak tahu apa salah saya, padahal sudah bekerja dengan baik. Setelah pulang, saya juga tidak diberi asuransi. Bahkan, gaji saya habis untuk membayar agen," kata perempuan yang pernah bekerja selama dua tahun di Taiwan sejak 2003 tersebut.

Ia mengaku kecewa dengan sikap agen yang tidak memedulikan hak-haknya. Ia bertekad tidak kembali lagi bekerja ke luar negeri dan merintis usaha baru di rumah.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009