Jakarta, 29/12 (ANTARA) - Indonesia sejak dulu dikenal sebagai salah satu negara penghasil garam, hal ini disebabkan karena kandungan air laut yang ada di wilayah Indonesia sangat cocok untuk memproduksi garam dengan kualitas yang baik. Potensi lahan pegaraman di Indonesia sekitar 34 ribu ha, namun baru sekitar 20 ribu ha (60 %) yang dimanfaatkan untuk produksi garam. Lahan tersebut tersebar di 9 (sembilan) Propinsi yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Untuk Pulau Madura sendiri luasan lahan garam yang telah dieksploitasi seluas 15.347 ha. Produksi garam nasional pada tahun 2008 adalah 1,2 juta ton. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad beberapa hari lalu pada acara peninjauan lokasi sentra garam rakyat di Desa Lembung Galis, Kabupaten Pamekasan, Madura.


Kebutuhan total garam nasional pada tahun 2009 sebesar 2,8 juta ton. Kebutuhan garam untuk konsumsi rumah tangga dan aneka industri sebesar 0,2 juta ton dan industri Chlor Alkali Plan (CAP) sebesar 1,4 juta ton. Pemenuhan kebutuhan garam nasional selama ini masih dibantu oleh impor sebesar 1,6 juta ton karena keterbatasan produksi dalam negeri. Garam produksi lokal diperuntukkan sebagai garam konsumsi rumah tangga, pengasinan dan aneka pangan, sedangkan garam impor diperuntukkan bagi keperluan bahan baku/penolong industri, tegas Fadel.


Berdasarkan data yang ada, sampai dengan tahun 1997, produksi garam kita selalu mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi garam nasional. Namun demikian, sejak tahun 1998 sampai 2001 produksi garam lokal menurun tajam sebagai akibat musim kering yang sangat pendek karena terjadinya badai La Nina yang membawa banyak hujan di Indonesia. Musim hujan yang amat panjang dalam beberapa tahun merupakan anomali iklim yang sangat jarang terjadi. Pada kurun waktu tahun tersebut, kebutuhan garam konsumsi dipasok dengan impor dari negara lain, terutama Australia dan India.


Dampak yang kita rasakan selanjutnya adalah perubahan preferensi konsumen dan produsen garam untuk memakai garam impor karena kualitasnya yang lebih tinggi. Garam lokal pada umumnya belum mampu memenuhi syarat kualitas garam industri karena umumnya kandungan NaCl nya masih di bawah 96%.


Pemerintah bukannya tidak peduli dengan kondisi tersebut di atas. Karena dari tahun ke tahun kita terus mengupayakan pengembangan industri garam dalam negeri. Namun berbagai persoalan masih terus kita hadapi. Di sektor distribusi dan pemasaran, khususnya garam konsumsi, selama ini dirasakan kurang efisien. Hal ini disebabkan karena produksi garam berada di pinggir pantai yang lokasinya terpencil dengan sarana prasarana menuju lokasi yang sangat terbatas. Kondisi tersebut juga menjadi salah satu penyebab rendahnya harga yang diterima petani garam dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen. Implikasinya tentu menurunkan daya tarik untuk memproduksi garam, sehingga ketergantungan Indonesia kepada garam impor menjadi semakin tinggi. Ketergantungan pada garam impor, khususnya untuk keperluan garam konsumsi dan industri tertentu, sangat tidak mendukung ketahanan nasional, karena garam adalah komoditi yang secara terus menerus dibutuhkan oleh seluruh masyarakat.


Sejalan dengan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II yaitu "Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015" dengan misinya yaitu "Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan" maka DKP telah menetapkan pemenuhan kebutuhan garam konsumsi nasional sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan ekonomi kelautan. Peningkatan produksi garam nasional akan dilakukan melalui berbagai upaya, seperti optimalisasi lahan garam potensial, membangun kemitraan, dan memperkuat kapasitas kelembagaan antar instansi.


Selain itu, komunikasi dan kerjasama akan terus ditingkatkan, sehingga upaya pengembangan garam nasional oleh instansi/departemen dan pemerintah daerah dapat saling bersinergi, terpadu dan berkesinambungan. Untuk itu, pada hari ini sengaja saya hadir disini sebagai wujud komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan di tingkat nasional, demikian disampaikan oleh Fadel. Selanjutnya dalam tataran implementasi, berbagai kebijakan untuk mendukung inisiasi swasembada garam nasional akan ditempuh dengan strategi sebagai berikut: (i) Intensifikasi tambak garam, (ii) Ekstensifikasi tambak garam, (iii) Revitalisasi tambak garam, dan (iv) Pemberdayaan usaha garam.


Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan, Hp: 08161933911

Pewarta:
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009