Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengajak generasi muda untuk menyiapkan diri demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Rabu, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa visi Indonesia Emas 2045 tatkala bangsa Indonesia memasuki usia 100 tahun kemerdekaan tidak boleh menjadi pepesan kosong belaka, melainkan perlu serius digapai oleh seluruh elemen bangsa.

Hal itu disampaikan Bamsoet saat menerima pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) periode 2019-2021, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu.

Pengurus KAMMI 2019-2021 yang hadir antara lain Ketua Umum Susanto Triyogo, Wakil Ketua Bidang Internal Deni Setiadi, Wakil Ketua Bidang Eksternal Jimmy Julian, Ketua Bidang Kebijakan Publik Abdul Salam, Ketua Bidang Humas Ali Hasibuan, dan Ketua Bidang Pembinaan Kader Rijal Muharam.

Baca juga: Ketua MPR ajak masyarakat gotong royong wujudkan Indonesia Maju

Menurut Bamsoet, masih ada 25 tahun lagi untuk mempersiapkan pencapaian visi Indonesia Emas 2045 yang didukung empat pilar utama, yaitu pembangunan SDM dan penguasaan iptek, perkembangan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.

"Bappenas memprediksi periode tahun 2030-2040 Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif berusia 15-64 tahun mencapai 64 persen atau sekitar 190 juta dari total penduduk yang diproyeksikan mencapai 297 juta jiwa. Pendidikan menjadi kunci utama agar bonus demografi tersebut menjadi berkah, bukan malah menjadi musibah dalam menggapai visi Indonesia Emas 2045," ujarnya.

Mantan Ketua DPR RI itu juga menyoroti temuan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (Lakip) pada tahun 2011 yang mengungkapkan 50 persen pelajar setuju tindakan radikal, 25 persen siswa bahkan menyatakan Pancasila tidak relevan lagi.

Pada tahun 2017, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei terdapat 9,2 persen responden setuju NKRI diganti negara khilafah. Pada tahun 2019, Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan hampir seribu penduduk telah terpapar radikalisme, dengan kaum muda berusia 17-24 tahun berada di garis terdepan.

Baca juga: Pimpinan MPR siap kolaborasi dengan pemerintah atasi masalah bangsa

"Jika dibiarkan, kekuatan SDM yang menjadi modal utama mencapai visi Indonesia Emas 2045, malah akan hancur berantakan. Bukannya sukses dalam berbagai bidang, pada tahun 2045 nanti kita malah masih akan disibukkan oleh konflik sosial mengatasnamakan agama," kata politikus senior Partai Golkar itu.

Oleh karena itu, Bamsoet mengingatkan sejak sekarang para kaum muda Indonesia harus menyadari bahwa tindakan radikal dan ekstrem atas nama agama, bukanlah hal yang dibenarkan.

"Indonesia terlalu berharga untuk dijadikan sarana perang saudara sebagaimana yang terjadi di berbagai negara Timur Tengah," kata Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI itu menambahkan tantangan lain yang dihadapi kaum muda saat ini terkait sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi COVID-19.

Tak hanya Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai saat ini pendidikan di dunia mengalami disrupsi terbesar sepanjang sejarah, dengan 1,6 miliar pelajar dari 190 negara terkena dampaknya.

Baca juga: Wakil Ketua MPR ajak warga jaga konstitusi negara

Menurut dia, PJJ membuat lahirnya masalah baru, yakni memperlebar ketimpangan akses terhadap pendidikan. Tak semua peserta didik memiliki akses terhadap internet. Kalaupun memiliki akses, tak semua daerah memiliki sinyal telepon dan perangkat digital yang memadai.

"Masalah juga dimiliki bagi peserta didik yang bisa menerapkan PJJ, mereka belum tentu bisa belajar optimal karena kondisi tempat tinggal maupun lingkungan keluarga yang tak kondusif. Jika dibiarkan, bukan tak mungkin kita mengalami kehilangan satu generasi akibat pandemi," kata Bamsoet.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020