Magelang (ANTARA News) - Monolog "Sketsa" karya seniman Kota Magelang, Jawa Tengah, Gepeng Nugroho, mengungkapkan konflik batin atas pencarian jati diri kalangan seniman muda.

Pementasan berdurasi sekitar 40 menit oleh sang penulis skenario itu di Magelang, Sabtu malam itu antara lain disaksikan Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan, dan Pariwisata Pemerintah Kota Magelang, Edi Wahyanto dan Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang, Budiyono.

Selain itu, pelukis apel, Dedy Paw, Koordinator Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI), Umar Khusaeni, pengelola Sanggar Wonoseni Bandongan, Kabupaten Magelang, Ki Ipang, pimpinan Komunitas Redi Tengis Kota Magelang, Ardhi Gunawan, sineas Mualim M. Sukethi, pemerhati budaya dan seniman muda setempat.

Gepeng yang juga pegiat seni teater di kota itu melalui pementasan tersebut terlihat menggambarkan gejolak atas pencarian jati diri pelukis muda.

"Antara pilihan menjadi seorang seniman yang dianggapnya setengah dewa dengan kehidupan nyata menjadi orang biasa yang diwakili dalam perjalanan hidup berkeluarga," kata Gepeng usai pementasan di "Laboratorium Sosialteatrikal" SMK 17 Kota Magelang itu.

Sejumlah seniman dari grup Teater Fajar Universitas Muhammadiyah Magelang memainkan kolaborasi musik untuk mewarnai tata suara dan musik selama Gepeng menyuguhkan "Sketsa" itu.

Sang pelukis muda yang menjadi tokoh utama monolog yang bernama Barno itu terlihat digambarkan oleh Gepeng sebagai sosok tulus menjalani kehidupannya sebagai seniman beristeri tokoh bernama Sulastri dengan dua anak.

Ia diungkapkan mencari nafkah dengan cara menjual karyanya di pinggir jalan bersama pelukis muda lainnya.

Pertengkaran antara Barno dengan isterinya diungkapkan Gepeng menyangkut sulitnya perekonomian rumah tangga dan perselingkuhan Sulastri yang berujung pembunuhan.

Sang pelukis pun merenungi kehidupannya di penjara karena telah membunuh pasangan selingkuh isterinya.

Namun, ia tetap menjalani panggilan hidupnya sebagai seorang pelukis yang tetap mencintai isteri dan anak-anaknya.

"Gambaran seorang seniman yang harus menjalani hidup sebagai manusia biasa tetapi di sisi lain terjebak dalam dunia seni yang sudah melekat," kata Gepeng.

Ia mengakui karya itu sebagai pengandaian atas perjalanan kehidupannya saat ini.

Seorang seniman, katanya, harus punya jati diri yang kuat dan sekaligus kemampuan mengelola diri secara baik untuk mencapai kemajuan hidup dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat biasa.

Pada kesempatan itu penyair Kota Magelang, Es Wibowo, menyuguhkan puisi Obituari Gus Dur dengan performa musik truntung oleh grup kesenian petani lereng Gunung Merbabu yang dipimpin Handoko sedangkan seniman asal Solo, Susi Solo, membawakan tarian "Kelana Topeng".(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010