Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Bidang Pengawasan I Bank Indonesia Sabar Anton Tarihoran mengatakan semua pihak di Bank Indonesia bertanggungjawab terhadap keputusan penggabungan (merger) tiga bank menjadi Bank Century.

"Semua pihak harus bertanggungjawab atas masalah ini," ujarnya menjawab pertanyaan anggota panitia angket di gedung DPR, Jakarta, Selasa malam.

Ia kembali menegaskan tidak berkeberatan apabila dituding sebagai pihak yang bertanggungjawab namun ia membantah hal tersebut karena keputusan merger diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RGS).

"Kalau dalam BI ini segala sesuatunya itu ada tahapannya dan saya menjawab tegas bahwa semua pihak harus bertanggungjawab," jawabnya.

Ia juga menambahkan keputusan untuk merger tiga bank yaitu Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac kemudian membentuk Bank Century merupakan keputusan yang terbaik.

"Kalau menurut saya saat itu memang pilihan itu (merger) yang terbaik, karena ada keterkaitan kepemilikan jadi ketiganya lebih baik digabung" ujarnya.

Mengenai proses merger tersebut, Sabar mengaku tahu bahwa Bank CIC bermasalah dan Robert Tantular sebagai pemilik ketiga bank sebelum di-merger, juga tidak lolos tes kelayakan dan kepantasan (fit and proper test) sebagai pemilik bank.

"Saya tahu RT (Robert Tantular) tidak lolos fit and proper test dan seharusnya dia hanya dibatasi kepemilikan sahamnya hanya 10 persen saja," ujarnya.

Sedangkan, menurut dia, permasalahan Bank CIC adalah banyaknya surat-surat berharga yang fiktif dan diberikan sanksi, salah satunya dengan masuk pengawasan khusus hingga penambahan modal sebesar Rp750 miliar.

"Bahkan pengurus Bank CIC pun sudah ada yang kami pecat dan dalam bidang pengawasan kami sudah bekerja maksimal. Setelah merger, itu terbukti aset bank ini meningkat dari Rp7 triliun menjadi Rp15 triliun, dan ada investor yang tertarik walau tidak jadi karena krisis," ujarnya.

Ia juga menjelaskan tahapan apa yang mesti dilakukan sebelum suatu bank di-merger yaitu memanggil para pemilik saham dari bank yang bersangkutan, mencari investor lain, baru kemudian bank tersebut digabung dengan bank lain.

Dalam rapat panitia angket ini, Sabar yang dipanggil sebagai saksi untuk proses pengambilan keputusan merger tiga bank, juga mengatakan adanya salah ketik (misquote) dalam surat persetujuan merger yang ditandatangani Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

"Seharusnya yang tertulis adalah memperhatikan disposisi bapak deputi gubernur. Kurang kata deputinya. Inilah yang terjadi, Burhanuddin baru tahu waktu diwawancara dengan BPK. Seharusnya bukan paraf Gubernur dan saya memberitahukan telah terjadi salah kutip, dan saya tidak menutupi sesuatu, itu yang terjadi," ujarnya.

Bunyi persis catatan yang dimaksud adalah "Sehubungan rencana merger sebagaimana diputus 27 November 2001 dan telah dibicarakan oleh Pemegang Saham pada tanggal 16 April 2004 yang dipimpin Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur serta memperhatikan disposisi Gubernur" dimana kata-kata Gubernur ini seharusnya adalah Deputi Gubernur.

Mengenai hal tersebut, Sabar menambahkan bahwa dampak dari "misquote" tidak terlalu besar karena merupakan keputusan dewan gubernur juga, hanya ada kesalahan dalam memperhatikan disposisi karena keputusan untuk merger telah dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur pada 2001 walau baru dilaksanakan pada 2004.

"Itu hanya kurang kata `Deputi`, karena seharusnya yang tertulis disposisi deputi gubernur, itu saja," ujarnya.

Sebelumnya, Burhanuddin Abdullah merasa dicatut soal persetujuan merger dimana kalimat bahwa merger itu mutlak tidak pernah dikeluarkan Burhanuddin walau surat tersebut telah ditandatanganinya.

Wakil Ketua Panitia Angket Yahya Secawiria mengatakan masalah "misquote" ini bukan masalah dan persoalan sederhana karena dapat berakibat fatal namun tidak akan meminta pertanggungjawaban tersebut karena bukan wilayah kewenangan panitia angket.

"Kita akan lebih memberikan rekomendasi terhadap masalah ini dan kita nantinya akan memberikan rekomendasi berdasarkan analisa data yang ada," ujar anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini. ***2***

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010