Gianyar (ANTARA) - Seniman ukir asal Banjar Sakih, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar, I Wayan Tuges memasarkan produk gitar baik lokal maupun hingga ke mancanegara melalui media sosial selama masa pandemi COVID-19. .

"Penjualannya selama COVID ini menggunakan sistem online melalui media sosial Instagram dan Facebook, ada juga pemesan yang langsung datang ke tempat produksi kami, tapi tidak banyak," kata I Wayan Tuges saat ditemui di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Senin.

Ia mengatakan sejak tahun 2005, telah memproduksi instrumen yang berdawai seperti ukulele, gitar, mandolin, dan bass. Dengan jumlah penjualan mencapai 2.000 gitar dan pasarnya dominan berada di Amerika Serikat.

Baca juga: Disney Indonesia dan seniman Bali kolaborasi gitar ukir

"Musisi asal Amerika Serikat, seperti Michael Franti, dan lainnya, juga ada Iwan Fals, Dewa Budjana dan beberapa seniman nasional lainnya. Tidak begitu banyak yang lokal tapi memang lebih dominan musisi luar," katanya.

Selama COVID-19, kendala yang dihadapi berupa jumlah tamu asing yang datang ke Bali semakin berkurang dan hampir tidak ada, sehingga berpengaruh pada tingkat pemesanan.

Selain itu, pengurangan tenaga kerja selama proses produksi. Sebelumnya ada 15-20 orang, namun saat ini hanya mempekerjakan 10 tenaga kerja.

Untuk persentase pemesanan mengalami penurunan lebih dari 50 persen. Biasanya di waktu normal bisa memproduksi lebih dari lima jenis gitar. Namun, saat ini hanya memproduksi dua sampai tiga jenis gitar.

Pembuatan satu buah gitar membutuhkan waktu minimal dua sampai tiga bulan hingga satu tahun.

Baca juga: Terkesan dengan ukiran, investor India tertarik investasi di Jepara

"Dari ornamen dan ukirannya, gitar kita kan enggak hanya sebuah instrumen, gitar kita kan sebuah karya seni jadi digabung seni barat dalam membuat gitar dan seni timur dalam ukirannya," jelas Wayan Tuges.

Adapun jenis kayu yang digunakan yaitu jenis kayu spruce, beberapa kayu impor, dan ada kayu cempaka lokal yang dipakai sebagai bahan utama gitar.

Produksi gitar ini berawal sejak tahun 2005, dengan proses dua tahun belajar dari guru asal Amerika Serikat. Setelah dua tahun, usaha ini diresmikan dan diperkenalkan pada sebuah ajang festival jazz. Hingga saat ini sudah 15 tahun berjalan bergelut di dunia gitar.

"Sebelumnya saya mengukir patung "togog" Bali, sejak SD memang sudah belajar mengukir. Hingga saat ini berlanjut untuk mengukir gitar dan dipasarkan," kata Wayan Tuges saat menjelaskan di ruang produksinya.

Baca juga: Sang maestro Made Ada tekuni ukiran Burung Garuda
Baca juga: Ukiran Suku Kamoro Timika dipamerkan di Jakarta
Baca juga: Ukiran khas Papua tembus pasar Kanada

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020