Kabul (ANTARA News/AFP) - Enam prajurit asing, yang mencakup tiga warga AS dan seorang Prancis, tewas Senin dalam gelombang kekerasan di Afghanistan, kata sejumlah pejabat pertahanan Prancis dan NATO.

Pasukan ISAF pimpinan NATO mengatakan, selain prajurit-prajurit AS dan Prancis itu, dua orang lagi tewas akibat luka-luka mereka. Seorang pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan kepada AFP, salah satu dari kedua orang itu juga berkebangsaan Prancis.

Seorang dari mereka yang kewarganegaraannya belum diidentifikasi secara resmi tewas akibat ledakan bom improvisasi di Afghanistan selatan, kata Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF).

Dengan kematian prajurit-prajurit itu Senin, jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan sepanjang tahun ini menjadi 15, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka dari situs independen icasualties.org.

Dalam serangan terhadap pasukan Prancis, gerilyawan menyerbu konvoi pasukan Afghanistan dan Prancis di lembah Alasay sebelah timurlaut Kabul, kata kantor Presiden Nicolas Sarkozy.

"Seorang bintara tewas demi komitmen Prancis bagi perdamaian dan keamanan rakyat Afghanistan," kata Sarkozy.

Sekitar separuh dari 3.750 prajurit Prancis yang bertugas di Afghanistan bersama pasukan NATO yang memerangi Taliban berpangkalan di provinsi Kapisa dan daerah berdekatan Sarobi, di luar Kabul.

Ketiga orang AS itu tewas dalam pertempuran dengan gerilyawan di Afghanistan selatan, kata ISAF tanpa penjelasan lebih lanjut, termasuk lokasi pasti dari insiden itu.

Afghanistan selatan merupakan pusat dari pemberontakan yang dipimpin Taliban yang kini memasuki tahun keenam.

Tahun lalu tidak saja merupakan masa paling mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban. Sebagian besar kekerasan terjadi di provinsi-provinsi selatan seperti Kandahar dan Uruzgan.

Presiden AS Barack Obama mengumumkan pada Desember pengiriman 30.000 prajurit tambahan ke Afghanistan untuk bergabung dengan pasukan AS dan ISAF pimpinan NATO yang berada di negara itu untuk memerangi gerilyawan.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Saat ini terdapat lebih dari 110.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010