Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW,) Febri Diansyah mengatakan, upaya pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia harus segera dihentikan.

Ia menyebutkan, di Jakarta, Selasa, setidaknya terdapat belasan cara yang dilakukan beberapa pihak untuk melemahkan pemberantasan korupsi, diantaranya, ide pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengerdilan kewenangan penyadapan dan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Selain itu, penonaktifan dua anggota KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah serta ancaman terhadap investigasi kasus Bank Century, juga merupakan bentuk pelemahan pemberantasan korupsi melalui KPK.

"Proses pelemahan ini telah terjadi. Ini juga terlihat dari adanya dua rancangan regulasi yang apabila disetujui akan mengerdilkan KPK, yaitu RUU tentang Penyadapan dan revisi UU tentang Tipikor," katanya, dalam Seminar "Indonesia Next, New Hope" yang diselenggarakan National Press Club of Indonesia (NCPI).

Menurut Febri, persinggungan berbagai kepentingan melawan KPK, skandal Century dan kepentingan mafia hukum membuat fenomena pelemahan KPK menjadi sangat kuat.

Untuk itu, lanjutnya, pada 2010 ancaman-ancaman dalam pemberantasan korupsi di Indonesia harus segera diantisipasi, diantaranya, mulai dengan memberantas mafia hukum, merombak kejaksanaan dan kepolisian serta menyelamatkan Pengadilan Tipikor.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro mengatakan, pemberantasan korupsi di Indonesia harus dimulai dengan keteladanan.

"Korupsi harus dipangkas dari atas, tidak bisa dari bawah," katanya.

Sementara itu, berbicara tentang budaya malu korupsi di Indonesia, Febri tidak menjawab secara langsung. Ia hanya menjelaskan, berdasarkan catatan ICW selama Januari 2008 hingga Agustus 2009, kasus korupsi yang ditangani KPK berjumlah 95 kasus dan jumlah tersebut tidak sedikit.

Modus kasus korupsi yang terjadi yakni penyalahgunaan anggaran (15 kasus), suap (34 kasus), penunjukan langsung (8 kasus), mark up (19 kasus), pemerasan (1 kasus) dan penggelapan atau pungutan (18 kasus).

Menanggapi tentang budaya malu korupsi ini, Ismed Hasan Putro menuturkan budaya malu ini tampaknya mulai pudar. Ia mengatakan jika masyarakat tidak lagi memiliki rasa malu karena berbuat kesalahan maka mereka hidup dalam kualitas yang minimum.

Tidak jauh berbeda, anggota DPR Maruarar Sirait yang juga hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan budaya malu harus direvitalisasi. Seseorang, seharusnya malu jika melakukan kesalahan, korupsi atau melanggar aturan.

"Yang mendorong seorang memiliki konsitensi, yaitu punya rasa malu. Memiliki rasa malu itu mempengaruhi kinerja dan daya juang seseorang," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010