Jakarta (ANTARA News) - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan, dirinya ingin mengklarifikasi soal pernyataannya sebelum menjadi staf presiden bahwa empat wilayah korupsi yang ditembus salah satunya adalah "Istana".

"Saya ingin mengklarifikasi. Yang saya maksud `Istana` bukan hanya eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif," kata Denny dalam acara peluncuran buku "Korupsi Mengorupsi Indonesia" di Jakarta, Selasa.

Denny sebelum diangkat menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dalam sejumlah kesempatan mengemukakan bahwa terdapat empat wilayah yang sulit ditembus aksi pemberantasan korupsi, yaitu istana, cendana, senjata, dan pengusaha naga.

Ia memaparkan, cendana adalah simbol kekuasaan masa lalu, senjata adalah penguasa militer dan polisi, sedangkan pengusaha naga melambangkan tidak hanya pebisnis dari dalam negeri tetapi juga perusahaan multinasional.

Setelah menjadi Staf Khusus Presiden, Denny mengakui bahwa masih terdapat praktik-praktik yang mencerminkan adagium "power tends to corrupt" (kekuasaan cenderung untuk korup).

Doktor Hukum Tata Negara itu menuturkan, penegakan hukum terhadap korupsi membutuhkan penanganan dan dosis hukum yang tepat.

Denny mengutarakan harapannya agar Indonesia tidak menjadi seperti Kamboja pada dekade 1970-an, di mana para penegak hukum seperti hakim dan pengacara di negara tersebut pada masa itu secara literal dihabisi karena tidak lagi dipercaya.

"Harus ada langkah yang tepat agar ketidakpercayaan publik kepada penegakan hukum tidak lagi menggumpal menjadi anarki," katanya.

Salah satu langkah tersebut, ujar dia, adalah dengan tidak menghadirkan hukum yang diskriminatif di mana pisau penegakan hukum terasa tajam di bawah tetapi tumpul di atas.

Acara peluncuran buku tersebut juga dihadiri antara lain oleh mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, ekonom Faisal Basri, dan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010