Padang (ANTARA News) - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Dr Ismansyah SH, MH mengatakan pemerintah sudah selayaknya mengganti seluruh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia dengan bangunan baru yang memenuhi standar minimum "rule" atau yang disyaratkan oleh aturan yang berlaku.

"Penggantian itu perlu karena Lapas yang ada di Indonesia baru setara dengan Rutan (prison) bukan lembaga penjara (Imprisonment), sehingga tidak menutup kemungkinan terbukanya peluang penyogokan oleh napi untuk memperoleh fasilitas istimewa," kata Ismansyah di Padang, Kamis.

Pendapat tersebut disampaikannya terkait adanya temuan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan inspeksi mendadak di LP Wanita Pondok Bambu Jakarta. Napi Artalyta Suryani berada dalam kamar tahanan setara hotel berbintang atau mendapatkan fasilitas istimewa.

Menurut dia, perlu diketahui bahwa setiap orang yang menjalankan pemidanaan ruangnya sama bentuk dan fasilitasnya, tidak ada keistimewaan. Bahkan ada ruangan sempit dan tidak ada lampu sama sekali.

Ia mengatakan terkait Napi Artalyta Suryani yang berada dalam kamar tahanan setara hotel berbintang itu, jelas melanggar aturan.

"Apakah dari segi fisik bangunan maupun dari sisi fasilitas dan SDM pengelola, saya yakin masalah Artalyta hanya sebuah `gunung es`, sebab masih banyak persoalan lain yang belum terungkap," katanya.

Ia menjelaskan, terjadinya masalah seperti itu karena Indonesia belum mempunyai konsep yang jelas tentang penjara.

Artinya, katanya lagi, Indonesia mempunyai regulasi tentang pembinaan, tetapi tidak mempunyai sarana yang memenuhi standar minimun untuk itu contohnya menyatukan rutan dengan Lapas.

"Ini resiko yang aplikatif yang sampai kini cenderung didiamkan, karena itu sekali-kali pejabat yang bertanggungjawab terhadap Lapas, perlu melakukan studi banding ke Eropa, untuk mempelajari sarana dan prasarana apa yang dimaksud dengan `jail`, prisont dan imprisonment sehingga kejadian Artalyta bisa diatasi.

Ia menjelaskan, sistem peradilan pidana di Eropa, yakni ketika peradilan pidana melakukan proses atau ketika penegak hukum menggunakan upaya hukum, seorang yang ditangkap ditempatkan di sel sementara (jail) dan orang yang ditahan tidak boleh diperlakukan sebagai narapidana.

Kemudian setelah proses hukum selesai orang tersebut ditempatkan di rumah tahanan (prison) sambil menunggu masa sidang. Pada tahap ini sudah diperkenalkan kepada orang tersebut tentng `lost liberty`, dan `lost authority` serta hal lainnya.

Selanjutnya pada tahap putusan, terbukti orang itu bersalah (quilty) maka baru ditempatkan di lembaga kepenjaraan (imprisonment) melalui persyaratan yang sangat ketat seperti usia, jenis kelamin riwayat hidup, alasan dipenjara. Selanjutnya diputuskan oleh kebijakan kepenjaraan di ruang mana ia menjalankan pemidanaan. (*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010