London (ANTARA News) - Indonesia yang diwakili Prof Dr Emil Salim terpilih menjadi salah satu dari 15 anggota High Level Task Force untuk menindaklanjuti Konferensi Iklim Dunia ketiga yang berlangsung di Jenewa.

Tugas utama IGM sebagaimana dimandatkan oleh Deklarasi World Climate Conference (WCC-3), yang diadakan di Jenewa, September lalu guna menyusun Terms of Reference bagi HLT dan memilih anggota-anggota HLT.

Sekretaris Pertama PTRI Jenewa, Muhsin Syihab kepada koresponden Antara London Kamis, mengatakan Prof Dr Emil Salim mewakili Indonesia dan menjadi salah satu dari 15 anggota High Level Taskforce (HLT) on Global Framework for Climate Services (GFCS) pada pertemuan Intergovernmental Meeting (IGM) di Jenewa belum lama ini.

Menurut Muhsin Syihab, Sekjen WMO, Michel Jarraud, menyampaikan 15 nama yang dipilih adalah pakar dan praktisi yang memiliki reputasi internasional di berbagai bidang terkait dengan pembangunan berkelanjutan serta pelestarian lingkungan.

Ke-15 anggota lainnya antara lain Jan Egeland, mantan wakil Sekjen PBB untuk masalah-masalah kemanusiaan, Joaquim Alberto Chissano, mantan Presiden Mozambique, Ricardo Froilan Lagos Escobar, mantan Presiden Chile, serta beberapa nama besar lainnya.

Tugas utama HLT adalah menyusun Terms of Reference GFCS yang akan dilaporkan dalam masa 12 bulan kepada negara-negara anggota WMO, untuk selanjutnya dibahas dan dimintakan persetujuan Kongres WMO pada tahun 2011.

"Terpilihnya Prof Emil Salim sebagai anggota HLT menambah daftar keberhasilan diplomasi Indonesia di forum-forum multilateral. Hal tersebut diungkapkan Dubes/ Wakil Tetap RI di Jenewa, Dian Triansyah Djani".

Dikatakannya keberhasilan ini merupakan buah koordinasi yang baik antara PTRI Jenewa dengan instansi terkait di dalam negeri guna memperoleh dukungan luas masyarakat internasional.

Sementara itu, dalam upaya penggalangan dukungan, Dubes Djani melalui berbagai pertemuan dengan Sekjen WMO dan Perutusan-perutusan Tetap asing di Jenewa, meyakinkan bahwa Prof. Dr. Emil Salim dengan reputasi, pengalaman dan keahliannya di bidang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dapat memberi kontribusi penting dalam proses penjabaran GFCS.

Pembentukan GFCS itu disetujui WCC-3, untuk mengarahkan pengembangan pelayanan informasi tentang lingkungan, khususnya prediksi kecenderungan iklim, climate-risk management, adaptasi, fenomena perubahan iklim serta untuk menjembatani kesenjangan informasi yang dimiliki providers dan users.

Bagi Indonesia yang mempunyai banyak pengalaman serta kepentingan dalam menanggulangi bencana alam, GFCS memiliki arti yang sangat besar khususnya untuk meningkatkan kemampuan mengantisipasi dan menanggulangi kemungkinan terjadinya bencana.

GFCS juga dapat digunakan untuk menopang proses pembangunan di berbagai sektor yang terkait dengan iklim.

Pada sesi pleno IGM yang dipimpin Presiden WMO, Kepala BMKG, Dr. Sri Woro B. Harijono selaku Ketua Delegasi RI di IGM, menekankan pentingnya upaya peningkatan kapasitas dan bantuan teknologi kepada negara berkembang dalam implementasi GFCS yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, guna mengurangi kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.

Selain itu ditekankan juga pentingnya memasukkan dimensi kelautan dalam GFCS, mengingat stabilitas lingkungan dan iklim banyak dipengaruhi kondisi kelautan. Ketua Delegasi RI bersama Ketua Delegasi Kanada memimpin sesi drafting Terms of Reference tugas pokok dan fungsi HLT.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010