Soreang (ANTARA News) - Lebih dari 50 persen bidang usaha di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tidak memiliki izin istalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan hanya izin secara lisan dari aparat desa, namun hingga sekarang tetap beroperasi, kata anggota DPRD setempat.

"Mestinya izin opersional IPAL itu dari Pemerintah Kabupaten Bandung," kata anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung Gun Gun Gunawan, di gedung dewan, Soreang, Sabtu.

Dengan jumlah perusahaan polutan di Kabupaten Bnadung yang tidak memiliki izin operasional IPAL tersebut, mencerminkan pengawasan aparat berwenang untuk mencermati IPAL terkesan belum optimal.

Lebih parah lagi, menurut Gun GUn Gunawan, pengawasan dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLH) Kabupaten Bandung biasanya hanya dilakukan sekali dalam setahun, ketika badan usaha bersangkutan hendak memperpanjang perizinan.

Bahkan, ketika pihaknya menawarkan agar badan usaha tersebut membuat IPAL terpadu, para pengusaha kerap mengelak, karena merasa keberatan jika pembebasan lahan untuk IPAL terpadu dibebankan kepada mereka.

Gun Gun Gunawan Mengatakan, IPAL terpadu di kawasan industri Kabupaten Bandung, atau di kawasan industri mana pun sangat dibutuhkan untuk mempermudah pengawasan limbah yang dihasilkan suatu pabrik.

Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPHD) Kabupaten Bandung, Atih Witartih, rencana pembuatan IPAL terpadu sebaiknya melibatkan investor kalangan swasta, karena dana yang dibutuhkan untuk membangunnya cukup besar.

"Dari hasil kajian beberapa tahun lalu saja, dana yang dibutuhkan untuk pembuatan IPAL di Kabupaten Bandung itu mencapai lebih dari Rp75 miliar. Itu pun belum direvisi lagi," ujarnya.

Ia mengakui, IPAL terpadu pada kawasan industri di Kabupaten Bandung belum bisa diwujudkan. Tapi Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah berupaya memantau pencemaran limbah pabrik.

Upaya tersebut, dilakukan dengan membentuk kelompok kerja yang khusus memantau pencemaran limbah pabrik di sekitar kawasan industri Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010