Semarang (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Bagir Manan menilai, hukum tidak bersifat otonom dan bukan gejala tunggal, karena dipengaruhi oleh gejala politik, sosial, dan ekonomi.

"Kalau politik (suatu negara, red.) tidak sehat, maka hukum tidak mungkin sehat," katanya usai seminar "Penegakan Hukum dan Masa Depan Indonesia" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Rabu.

Menurut dia, sebagai contoh hukum bahwa dipengaruhi oleh peranan politik adalah bentuk hukum di sebuah negara, suatu negara yang bercorak liberal tentu memiliki hukum yang berbeda dengan negara yang bercorak sosialis.

"Hukum yang berlaku di masyarakat demokratis pasti juga akan berbeda dengan hukum yang berlaku di tengah masyarakat yang cenderung otoriter," katanya.

Ia mencontohkan, ketika pasukan Nazi hendak diadili karena dianggap melanggar hukum, mereka justru menganggap tindakannya tidak melanggar hukum karena tindakannya dilindungi hukum Nazi yang berlaku di Jerman saat itu.

"Kalau mereka tidak melakukan hal tersebut, termasuk memasukkan orang-orang Yahudi dalam kamp, maka mereka justru melanggar hukum yang berlaku di negara mereka," kata mantan Rektor Universitas Islam Bandung (Unisba) tersebut.

Menurut dia, hal itu menunjukkan hukum yang berlaku di setiap negara pasti berbeda, karena itu hukum yang berlaku memang perlu dikaji apakah sudah benar, termasuk penerapan dan penegakan hukum yang sudah dilakukan.

Ia mengatakan, apabila hukum yang ada memang pasti benar, mengapa di Indonesia ada Mahkamah Konstitusi (MK) yang melayani masyarakat terkait adanya pengaduan perundang-undangan.

"Oleh karena itu, hukum harus dilihat dalam berbagai perspektif, terutama untuk mengimbangi terjadinya perubahan sosial yang lebih cepat dan membuat hukum secara normatif tidak mampu menampungnya," katanya.

Selain itu, Bagir menambahkan, keberhasilan penerapan hukum di suatu negara juga dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, tidak hanya sekedar kondisi ekonomi, politik, dan sosial yang ada.

Ia mengatakan, pernah ada penelitian yang menyebutkan, Jepang dengan kondisi ekonomi masyarakat yang lebih lemah dibandingkan negara Amerika Serikat, ternyata memiliki angka kejahatan yang cenderung lebih kecil.

"Hal itu menggambarkan bahwa kejahatan tidak selalu berkorelasi dengan faktor ekonomi, sebab tingkat kepatuhan masyarakat Jepang terhadap hukum lebih kuat, karena dipengaruhi nilai agama yang mengajarkan kejujuran, sifat ksatria, dan sebagainya," kata Bagir.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010