Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menyorot khusus sejumlah isu strategis, termasuk tentang pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan nasional yang sangat amatiran.

"Berbagai skandal yang menyeruak, terutama megaskandal Bank Century, kejahatan pemilik bank, pembobolan ATM dan seterusnya, agaknya memberi bukti lebih atas isu-isu tersebut," ujarnya kepada ANTARA, di Jakarta, Sabtu.

Selain amatiran, demikian Tjahjo Kumolo, BI juga dianggap tidak konsisten dalam menjalankan beberapa kebijakannya.

"Misalnya saja, Undang Undang BI menegaskan, BI sebagai bank sentral independen, tidak di bawah (intervensi) siapa pun termasuk Pemerintah, tapi nyatanya, realitas berbicara lain. Kekuasan dan uang memang nikmat," ujarnya lagi.

Fraksinya juga menjadikan beberapa isu strategis sebagai agenda pembahasan internal, seperti kebijakan pencampuran beras oleh pedagang, alokasi gas negara, `impeachment` presiden dalam sistem pemerintahan presidensial, kriminalisasi kebijakan, suap di lingkup Perusahaan Gas Negara (PGN), pemanggilan Akbar Tandjung, permintaan peninjauan ulang implementasi perdagangan bebas ASEAN (termasuk RI) dengan Tiongkok, hingga penundaan Pilgub di tujuh daerah.

Khusus, isu tentang kebijakan Menteri Perdagangan (Menperdag) yang mengizinkan pedagang campur-campur beras, mendapat perhatian khusus fraksinya.

"Katanya hanya strategi menurunkan harga beras. Pertanyaannya, kok begitu ya kebijakan negara terhadap rakyatnya. Apa tidak ada cara yang lebih berwibawa," katanya.

Sementara itu, mengenai adanya keinginan publik agar perlu peninjauan ulang implementasi perdagangan bebas RI-RRT, menurut Tjahjo Kumolo, tidak bisa tidak, hal ini perlu diperhatikan.

"Apa pun, harus ditinjau ulang. Harus dilihat kasus per kasus, komoditas per komoditas, mana yang sudah bisa masuk dan mana yang mesti mendapat pemberdayaan terlebih dulu," ujarnya.

Masalahnya, demikian Tjahjo Kumolo, ini sudah bersangkut-paut dengan kedaulatan negara dan guna melindungi perekonomian domestik yang harus lebih berdaulat.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010