Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyayangkan kehadiran hakim dalam pertemuan komunikasi antara lembaga-lembaga negara dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Bogor 21 Januari lalu.

Para hakim sebaiknya tidak hadir dalam pertemuan seperti itu karena dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap indepensi lembaga peradilan, kata Jimly usai dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden di Istana Negara di Jakarta, Senin.

Meski pertemuan komunikasi di Istana Bogor hanya pertemuan biasa, lanjut dia, namun dampaknya bisa menjadi rawan karena digelar dalam situasi politik yang memanas.

"Itu kan hanya pertemuan biasa, dulu saya di MK juga sering diundang. Cuma sekarang ini lagi rawan, sebaiknya para hakim tidak datang ke pertemuan itu. Di pertemuan semacam itu, di mana suasana lagi memanas sebaiknya yang terkait dengan lembaga peradilan jangan hadir," tuturnya.

Jimly mengingatkan lembaga peradilan harus berada di dunianya sendiri agar tetap bisa dipercaya oleh masyarakat.

Pada pertemuan komunikasi antara lembaga negara dan Presiden di Istana Bogor, hadir antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa selain ketua lembaga-lembaga negara lainnya.

Pendapat berbeda dilontarkan oleh mantan anggota Wantimpres Adnan Buyung Nasution yang menilai pertemuan Bogor justru menunjukkan sikap Presiden Yudhoyono dalam mempersatukan semua elemen bangsa agar tidak sampai terpecah belah.

"Ini fenomena yang menunjukkan kalau Presiden ingin memberikan kesan terhadap masyarakat bahwa Presiden peduli terhadap masyarakat, dan agar semua elemen bangsa ini bersatu, jangan terpecah belah masalah sektoral," ujarnya.

Presiden Yudhoyono setelah pertemuan komunikasi antar lembaga negara di Istana Bogor mengingatkan bahwa sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia tidak memungkinkan adanya mosi tidak percaya.

Sementara terkait kasus Bank Century, Adnan mengatakan, pembahasan di Panitia Khusus Hak Angket di DPR masih berputar pada masalah kebijakan.

Menurut Adnan, kebijakan yang diambil untuk menangani Bank Century apabila tidak diikuti oleh tindakan pidana maka tidak bisa dibawa ke wacana pemakzulan.

"Kalau kebijakan itu untuk menanggulangi krisis ekonomi, yang dinilai saat itu ada pada kondisi krisis, saya kira tidak bisa dipidana. Tapi kalau alasannya dibuat-buat bahwa sebenarnya tidak ada krisis ekonomi, nah itu yang bisa dipermasalahkan. Tapi masalahnya kan hal itu terkait penilaian, jadi tidak ada parameter yang jelas," tuturnya.

Sedangkan Jimly mengatakan, Wantimpres tidak akan memprioritaskan untuk memberi pertimbangan tentang perkembangan kasus Bank Century, kecuali Presiden meminta.

"Bahwa kalau kemudian Presiden menanyakan, ya nanti kita diskusikan sesuai kapasitas masing-masing. Tapi yang lebih utama adalah memberikan yang lebih substantif dan fundamental, perkembangan negara dan bangsa kita," demikian Jimly.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010