Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopies menilai pemerintah belum maksimal melakukan upaya perlindungan industri dalam negeri dari ancaman impor produk serupa yang merugikan.

"Kami mengharapkan untuk dilindungi keberadaan kami mengingat investasi yang telah ditanamkan dan tenaga kerja yang diserap," katanya di Jakarta, Selasa.

Ratna menyebutkan masih sedikitnya Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diterapkan secara wajib untuk produk-produk yang beredar di pasar dalam negeri merupakan bukti tidak seriusnya pemerintah melakukan pengawasan terhadap produk impor.

"Keterbatasan anggaran Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) untuk mengawasi produk-produk di pasaran dan anggaran unit pengawas barang beredar juga menjadi celah bagi importir nakal untuk masuk," ujarnya.

Selain itu, Ratna menyayangkan berbelit-belitnya penerapan instrumen antidumping, meski rekomendasi telah diberikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

"Itu bisa jadi karena lobi importir kepada oknum pejabat pemerintah," tutur Ratna.

Ia menyesalkan munculnya isu pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terigu Turki yang dikhawatirkan akan mengganggu hubungan diplomatik dua negara.

Menurut dia, seharusnya pemerintah segera menerapkan BMAD yang telah direkomendasikan KADI sebagai bukti keberpihakan pemerintah terhadap industri dalam negeri.

"Kita harus menegakkan aturan yang ada. Turki saja telah mengenakan 12 produk kita dengan BMAD dan `safeguard` (pengaman), tapi tidak pernah muncul isu itu," katanya.

Ratna menegaskan pengenaan BMAD merupakan instrumen perlindungan industri dalam negeri resmi yang diatur oleh WTO. "Kami percaya KADI telah melakukan penyelidikan dengan adil dan profesional," tuturnya.

Ratna mengatakan dengan tegaknya aturan dalam negeri terutama mengenai SNI justru akan mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia. Ia mencontohkan pabrik tepung terigu yang sebelumnya hanya 10 perusahaan kini telah berkembang menjadi hampir 20 pabrik.

"Itu karena importirnya beralih menjadi produsen dengan berinvestasi di Indonesia," tambahnya.

Selama ini, Indonesia mengimpor 555.000 tepung terigu setiap tahun yang 65 persennya berasal dari Turki. Angka impor yang besar itu, menurut dia, jika dialihkan menjadi pabrik di dalam negeri maka akan ada dua pabrik baru yang menyerap tenaga kerja lokal.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010