Padang (ANTARA News) - Mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli, menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus unjuk rasa menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Jakarta, Juni lalu, merupakan penjegalan politik.

"Kasus masih lanjut karena satu upaya penjegalan agar kami tidak maju jadi calon presiden mendatang," kata Rizal Ramli yang juga Ketua Umum Komite Bangkit Indonesia (KBI) ketika menjawab wartawan di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Sabtu.

Pernyataannya itu disampaikannya di sela-sela jadi pembica pada acara Diskusi dan Temu Tokoh Minang yang diselenggarakan DPW PKS Sumbar bertema "Reaktualisasi Peran Politik Orang Minang di Tingkat Nasional" di sebuah Hotel.

Dalam kesempatan itu, Rizal juga menuding upaya penetapan dirinya sebagai tersangka bentuk penzhaliman oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Dr Danil dari Litbang Kompas, kata Rizal, mengatakan bahwa kalau saya sampai ditahan adalah tahanan politik pertama di era reformasi, sesuatu yang sebetulnya tidak boleh terjadi.

Ketika ditanya kenapa menuding adanya intervesi Kepala Negara, Rizal mengatakan, polisi kan melapornya kepada SBY dan polisi bukan lembaga bebas dari pemerintah, tetapi berada di bawah presiden.

Oleh karenanya, tambah dia, pihaknya meminta kepada Presiden SBY agar bersikap ksatria dan jangan menggunakan kekuatan untuk membungkam lawan-lawan politiknya.

Semasa Presiden Habibie dan Abdurraman Wahid (Gusdur) tidak ada tahanan politik, bahkan semua tahanan politik dilepaskan dan berdemontrasi diperkenankan selama tidak pakai kekerasan.

"Jadi, saya ingin Presiden SBY belajar dari pendahulu-pendahulunya, yaitu Presiden Habibie dan Gus Dur. Tidak ada tahanan politik dan apa yang terjadi pada saya sebetulnya adalah upaya penjegalan politik," kata Rizal Ramli.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009