Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai, program seratus hari pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono tidak sesuai dengan harapan masyarakat dan dinilai masih kabur.

"Saat ini memang susah dinilai karena pemerintah tidak pernah menyampaikan ukuran pencapaian 100 hari. Misalnya kebijakan apa yang sudah dikeluarkan, alasannya, programnya dan bagaimana tahapan pelaksanaannya," kata Ketua Umum Hipmi Erwin Aksa, dalam siaran persnya, Kamis.

Erwin mengatakan, masyarakat khususnya pemilih demokratis, sejak awal pemerintah diharapkan dapat menyampaikan gambaran besar kondisi, situasi dan posisi Indonesia , khususnya dalam bidang perekonomian, yang harus dicapai.

"Jadi arahan ke depan serta target-target konkrit yang perlu dicapai dalam lima tahun ke depan dan setiap tahunnya, termasuk 100 hari harus dijelas," harapnya.

Itu sebabnya, dalam kajiannya, Hipmi kemudian memaklumi bila masyarakat tidak merasakan hal-hal apa saja yang sudah dicapai.

BPP Hipmi menyimpulkan, tiga hal terkait kebijakan pemerintah khususnya di bidang perekonomian, pertama, tidak ada gambaran, arahan, dan fokus yang ingin dicapai pemerintah sehingga 100 hari pertama susah untuk diukur dan didukung.

"Hal ini sangat disayangkan karena yang tidak terukur biasanya tidak terkontrol," tegas Erwin.

Kedua, dalam 100 hari, pemerintahan SBY - Boediono terlalu reaktif dan kurang antisipatif terhadap dinamika domestik maupun internasional sehingga masalah dan tantangan cepat beralih menjadi gangguan terhadap jalannya pemerintahan.

"Ini ditunjukkan oleh terlalu mendominasinya isu hukum dan politik mengenai kejadian yang sudah terjadi di masa lalu. Padahal baik hukum maupun politik sudah ada koridornya masing-masing yang terwakili secara independen oleh lembaga tinggi negara setingkat Presiden yaitu Mahkamah Agung dan DPR," tambah Erwin.

Akibatnya, menurut kajian Hipmi tersebut, pemerintah seperti kurang siap menghadapi tantangan terkini dan yang akan datang yang memang penting bagi masyarakat.

Misalnya tantangan pasar bebas Asean dan Cina (CAFTA), ekspor komoditi yang harganya sedang meningkat, infrastuktur, reindustrialisasi, dan kewirausahaan.

Ketiga, perekonomian daerah justru berjalan lebih cepat dan tidak terpengaruh situasi di Jakarta . Walaupun hal ini positif, Hipmi mengharapkan, pemerintah pusat bisa membantu dengan berbagai terobosan agar pemerintah daerah bisa mempercepat program pembangunan di daerah.

"Sebenarnya kan Pemerintah SBY-Boediono sudah memberikan janji politik untuk melanjutkan. Masyarakat saat ini masih menunggu apa saja komitmen konkrit yang akan di-Lanjutkan oleh pemerintah dari pemerintahan sebelumnya," ujar salah satu kesimpulan dari Kajian Hipmi.

Namun, Hipmi berharap masyarakat harus realistis sebab dampak sebuah program pembangunan baru dirasakan dalam jangka panjang.

"Selama rencananya sudah konkrit, sudah dapat diukur, sehingga dunia usaha dapat mendukung dan melibatkan diri dalam rencana pemerintah maka masyarakat akan puas dengan kinerja pemerintah," kata Erwin menyimpulkan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010