Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah cq Menko Bidang Perekonomian Hatta Rajasa meminta kalangan insinyur meningkatkan daya tahan industri nasional sehingga mampu meningkatkan volume perdagangan Indonesia di era perdagangan bebas saat ini.

"Dalam persaingan perdagangan saat ini saya ingin mengajak insinyur berpikir keras bagaimana mengembangkan perdagangan kita yang berbasis sumber daya alam dengan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif," kata Hatta pada pelantikan pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) periode 2009-2012 di Jakarta, Rabu malam.

Ia mengatakan, Indonesia tidak bisa lari dari tren perdagangan bebas saat ini dan ia melihat peranan insinyur sangat penting dalam merespon tantangan global tersebut menjadi peluang agar neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus, meskipun terjadi era keterbukaan dalam perdagangan dunia.

"Insinyur selalu melihat peluang. Insinyur tidak pernah mengatasi persoalan, tetapi mengatasi potensial problem sebelum menjadi problem," ujarnya.

Dalam kaitan itu, Hatta meminta kalangan insinyur mengatasi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan runtuhnya industri nasional akibat perdagangan bebas, melalui penguatan daya tahan industri dan peningkatan produktivitas agar potensi masalah itu bisa teratasi.

Pemerintah sendiri, lanjut dia, telah memiliki langkah agar perdagangan bebas tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi industri nasional melalui revitalisasi industri dengan cara pengembangan klaster-klaster pada enam koridor utama.

"Dalam hitungan minggu, Presiden akan menandatangani Komite Inovasi Nasional 2025," katanya. Ia berharap akan banyak insinyur terlibat dalam komite tersebut.

Lebih jauh ia berharap kalangan insinyur meningkatkan peran dalam tiga pilar pembangunan nasional yaitu peningkatan sumber daya manusia berkualitas, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk merespon masalah pembangunan, dan peningkatan daya saing nasional.

Sementara itu, dalam pidato Ketua Umum PII yang terpilih pada Munas di Manado pada awal Desember 2009 lalu, M Said Didu, mengatakan, kalangan insinyur akan mendukung konsep pembangunan industri melalui klaster seperti yang dicanangkan pemerintah tersebut.

"Itu kebijakan yang tepat dan perlu didukung bersama," ujar Sekretaris Kementerian BUMN itu yang dalam kepimpinannya di PPI menekankan pentingnya kebersamaan.

Said Didu mengakui pada saat ini Indonesia mengalami ancaman deindustrialiasasi yang terlihat dari menurunnya pertumbuhan peranan industri terhadap produk domestik bruto (PDB).

Ia menguraikan sejak krisis ekonomi pertumbuhan industri nasional terus menurun secara signifikan. Pada 10 tahun sebelum krisis 1997/1998 pertumbuhan industri rata-rata mencapai 12 persen per tahun atau sekitar lima persen lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. "Itulah yang membuat Indonesia masuk kategori `macan` Asia waktu itu," katanya.

Namun setelah krisis, pertumbuhan industri nasional, lanjut dia, terus menurun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,2 persen per tahun sepanjang 2000-2008, sedangkan pertumbuhan PDB rata-rata 5,2 persen.

Ia juga menguraikan pada era keemasan pertumbuhan ekonomi nasional, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB mendekati angka 35 persen, namun sejak 2000 peranan industri turun menjadi rata-rata 28 persen.

"Untuk menghentikan laju deindustrialisasi diperlukan terobosan kebijakan yang dilaksanakan secara konsisten dan tidak sekedar menjawab persoalan kekinian, namun memiliki dimensi jauh ke depan," ujar Said Didu.

Ia mengatakan, terobosan terpenting yang harus dilakukan pemerintah adalah keamanan pasokan energi dan dukungan infrastruktur. Dua hal tersebut, lanjut dia, membutuhkan kebijakan yang "extra-ordinary" untuk mewujudkannya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010