Washington (ANTARA News/AFP) - Amerika Serikat (AS), Kamis, mendesak China untuk lebih bersikap terbuka dalam proses pengadilan kasus Xinjiang mengingat pengadilan setempat kembali menjatuhkan keputusan hukuman mati atas kerusuhan mematikan tahun lalu.

Departemen Luar Negeri menyuarakan kekecewaan jika China tidak menyetujui permintaan AS untuk mengamati proses pengadilan.

"Kami melanjutkan mendesak China untuk menangani proses penahanan dan pengadilan dengan lebih terbuka," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Philip Crowley kepada wartawan.

"Sulit untuk berkomentar mengenai kasus spesifik tanpa berada di ruang sidang untuk mengamati secara langsung," katanya.

Sebuah pengadilan di kawasan barat, Senin, menjatuhkan hukuman mati terhadap empat orang, yang menjadikan jumlah total orang yang dijatuhi hukuman mati akibat keterlibatan mereka dalam kerusuhan di Xinjiang --kerusuhan etnis terburuk di China dalam 10 tahun terakhir-- menjadi 26 orang.

Berdasarkan nama-nama yang disediakan dalam laporan media resmi, sebagian besar dari mereka yang dijatuhi hukuman mati atau dieksekusi berasal dari etnis Uighurs-- sebuah kelompok muslim yang sering mengeluhkan diskriminasi dari kelompok mayoritas China, Han.

Kekerasan pecah pada Juli di ibukota Urumqi, antara Uighurs dan Han, yang menyebabkan hampir 200 orang tewas dan lebih dari 1.600 orang luka-luka.

China mengatakan bahwa Beijing menghadapi ancaman gerakan separatis serius di Xinjiang dan telah berjanji untuk memberikan hukuman yang keras bagi mereka yang terbukti bersalah dalam kerusuhan.

Para etnis Uighurs di pengungsian mengatakan bahwa lebih banyak lagi jumlah orang yang tewas dan menuduh China melebih-lebihkan ancaman separatis untuk membenarkan kendali atas kawasan barat yang strategis, karena kaya dengan sumber daya energi.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010