Banda Aceh (ANTARA News) - Kalangan ulama mengkritik besarnya dana operasional untuk kepala daerah (gubernur/wakil gubernur) yang diajukan Pemerintah Provinsi Aceh untuk tahun anggaran 2010.

"Seharusnya dana operasional kepala daerah itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat Aceh, sehingga tidak terkesan hidup terlalu `istimewa" bagi pejabat," kata Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Sabtu.

Pemerintah provinsi Aceh mengusulkan dana operasional gubernur/wakil gubernur sebesar Rp68 miliar kepada legislatif agar masuk ke Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) 2010.

"Jangan sampai rakyat yang hidupnya masih susah karena ekonomi sulit, kemudian para pejabat pemerintahan terkesan bermewahan dengan anggaran operasional yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat hari ini," katanya.

Faisal mendukung langkah legislatif dalam menunda pembahasan dana kerja gubernur/wakil gubernur.

Dia juga mempertanyakan pos-pos anggaran publik yang diajukan eksekutif justru dipotong, sementara dana operasional kepala daerah tetap besar.

"Satu contoh, kami mendapat informasi bahwa dana pembinaan dayah (pondok pesantren) yang diajukan eksekutif 2010 sebesar Rp57 miliar, sementara tahun lalu (2009) mencapai sekitar Rp206 miliar," kata dia.

Dana pos pembinaan dayah tersebut ditujukan sebagai wujud perhatian pemerintah terhadap pembinaan akhlak ummat melalui pondok pesantren.

"Menjadi aneh, jika dana untuk dayah dipangkas habis, sementara biaya operasional kepala daerah justru membengkak. Itu menjadi pertanyaan kami," katanya.

Sekitar 1.500 pondok pesantren dan balai pengajian saat ini membutuhkan anggaran operasional untuk menghidupkan lembaga keagamaan di Aceh.(*)

A042/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010