Teheran (ANTARA News/Reuters) - Lima warga asing, yang mencakup seorang Perancis, seorang wartawan Jepang dan dua warga Rusia, ditangkap selama pawai memperingati HUT revolusi Islam Iran 1979 pada 11 Februari, kata seorang jaksa, Rabu.

Kasus salah seorang warga Rusia dan seorang Afghanistan yang ditahan telah diserahkan ke pengadilan, kata jaksa Abbas Jafari Dolatabadi kepada kantor berita ISNA, tanpa menyebutkan nama mereka.

Tiga dari kelima orang asing itu telah dibebaskan, kata ISNA, namun Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan kemudian bahwa kedua warganegaranya dibebaskan setelah Kedutaan Besar Rusia di Teheran campur tangan.

Iran menuduh musuh-musuh Barat-nya menyulut kerusuhan di jalan setelah pemilihan presiden yang dipersoalkan pada Juni lalu, yang menjebloskan republik itu ke dalam krisis internal terburuk sejak revolusi tersebut tiga dasawarsa silam.

Jafari Dolatabadi mengatakan, kelima orang itu ditangkap selama pawai, namun ia tidak menjelaskan apakah mereka semua ditahan di Teheran.

"(Kasus) seorang Afghanistan telah diserahkan ke pengadilan karena ia mengambil bagian dalam pertemuan ilegal (di Teheran barat)... di sela-sela pawai besar," katanya, tampaknya menunjuk pada pawai oposisi.

"Seorang warganegara Rusia, yang ditangkap karena memasuki negara ini secara ilegal, diserahkan ke pengadilan, dan Pengadilan Revolusioner sedang mengkaji kasus itu," kata jaksa tersebut.

Namun, Igor Lyakin-Frolov, seorang jurubicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan, kedua warga Rusia itu "dibebaskan setelah kedutaan kami campur tangan. Dan, sekarang, setahu kami, mereka berada di Moskow."

"Mereka tidak mengambil bagian dalam demonstrasi. Mereka hanya berdiri di lokasi dimana demonstrasi sedang berlangsung. Dan mereka ditangkap," katanya.

Kamis, televisi Iran mengatakan, puluhan juta orang berpawai mendukung revolusi di negara yang berpenduduk 70 juta jiwa itu. Sebuah situs oposisi mengatakan, pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke arah orang-orang yang melakukan pawai tandingan di Teheran.

Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.

Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi paling akhir pada 27 Desember, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.

Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.

Protes besar berkobar sejak pemilu tersebut dan sejumlah besar orang ditangkap.

Lebih dari 100 reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.

Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.

Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan banyak pihak.

Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.

Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.

Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010